One Secluded and Heavenly Beaches
Di hari keempat di Bali, kami
memutuskan untuk kembali ke daerah Uluwatu untuk menjelajahi pantai. Kami memutuskan
untuk menjelajahi Pantai Dreamland di Pecatu Indah Resort, Pantai Suluban dan
Pantai Padang-Padang. Namun karena kami nggak menemukan shower room yang layak
di Pantai Padang-Padang dan hari sudah semakin sore, kami membatalkan kunjungan
ke Pantai Dreamland. Lain waktu mungkin ;)
Kami memutuskan untuk kembali ke
Kuta sebelum sarapan di Nasi Pecel Ibu Tinuk di Jl. Raya Kuta. Agak siang kami
sampai di sini, sekitar jam 10 pagi. Pada saat itu, tempatnya sepi, mungkin
karena bukan jam makan. Berbagai lauk pauk bisa dipilih dengan beragam pilihan.
Harganya juga terjangkau. Pas banget buat kondisi keuangan yang makin tiris.
Nasi Pecel BuTinuk menjual masakan Jawa Timur. Ada ayam goreng, bakwan jagung,
mie goreng, bihun goreng, paru goreng, telur dadar, ayam suwir pedas, dll. Gue pesen
ayam suwir pedes, bakwan jagung bihun goreng dan nasi, hanya dengan 9 ribu. Gue
merekomendasikan bihun goreng dan perkedel jagungnya. Jangan lupa sambelnya
buat memperkaya rasa.
Setelah makan, kami memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai Suluban. Sebelumnya kami mampir ke
Krisna. Krisna menjual beragam pernak-pernik oleh-oleh khas Bali. Ini solusi
buat kalian yang males ke Sukowati dan tetep bisa ngoleh-ngolehin dengan harga
yang terjangkau. Nggak jauh beda sama Sukowati, paling cuman seribu dua ribu
perak, nggak pake nawar dan gerah pula. Krisna terdapat di beberapa tempat,
salah satunya di Sunset Road, Kuta. Tempatnya luas dan nyaman. Mulai dari
makanan khas Bali, tas, baju, kain, sendal, pajangan sampe lulur Bali. Lengkap.
Perjalanan ke Pantai Suluban
tidak terlalu sulit karena kami melewati jalan yang sama ketika menonton Tari
Kecak di Uluwatu. Perjalanan ke Pantai Suluban sangat sepi. Kami hampir tidak
menemukan mobil lain sepanjang perjalanan. Tapi hati-hati mengemudi di sana
karena banyak tanjakan dan turunan yang curam. Hampir nggak mungkin nyasar deh
ke Pantai Suluban dan Pantai Padang-Padang. Yang jelas, tepat sebelum Pura
Uluwatu, belok kanan dan terus aja sampe mentok. Karena pantainya yang
terpencil, lagi-lagi nggak banyak orang yang ke sana.
Sampai di sana, kita cukup
membayar 5 ribu untuk parkir. Untuk menuju daerah pantai, kita harus menuruni
tangga yang banyak! Nggak hanya banyak, tapi juga lebar-lebar! Pas turunnya
hore-hore ajah, pas naeknya, kami harus istirahat beberapa kali sebelum sampe
ke parkiran. Apalagi mengingat Agus Leo yang lagi hamil. Agak teggang juga bawa
dia turun ke bawah karena ternyata tangganya terjal banget. Makin ke bawah
makin terjal dan nggak bisa dilewatin 2 orang. Kalo berpapasan dengan orang,
harus ada yang ngalah untuk ngasih jalan arah sebaliknya.
Berhasil sampe di pantai, it was
truly breathtaking. Saat itu kami tiba sekitar pukul 12 siang. Untuk menuju
pantai, perlu usaha ekstra dan keberanian untuk melewati gua dan menerobos
ombak, apalagi kalau lagi pasang. Kami harus menunggu air surut untuk
menyeberangi gua menuju pantai. Sebenernya gua ini adalah tebing tinggi yang
mengelilingi jalan masuk ke pantai. Di sebelah kanan, air yang pasang membuat
kami gentar untuk terus maju ke depan. Kami bahkan nggak tau sejauh mana air
laut akan menghempas, jadi hati-hati ya. Ombak hari itu bagus banget buat
surfing, kendati demikian belum banyak yang memanfaatkannya. Hanya 1 orang yang
terlihat surfing saat kami di sana.
Pantai Suluban (taken from http://blacksweet-narasyablogspotcom.blogspot.com/2011/05/obyek-wisata-pantai-suluban.html) |
Karena kondisi air yang pasang
dan akses yang sulit, kami memutuskan untuk tidak menyertakan Agus Leo
menyeberang. Lagi-lagi Agus Leo harus rela menjadi Tim Bangku Taman. Nggak hanya
batu besar dan cekungan yang dalam, tetapi juga pasir pantai yang kasar dan
tajam. Sesampainya di pantai, kami hanya duduk-duduk menikmati keindahan alam. Tidak
ada seorang pun selain kami yang ada di pantai tersebut. Tebing yang menghadap
ke pantai sangat tinggi dan gue tersadar bahwa kami dari atas tebing tersebut! Pantai
yang bersih dengan butiran pasir putih yang kasar yang mengingatkan gue dengan
pasir yang dipakai untuk membuat art work anak-anak di kelas. Ow…, jadi pasir
itu datengnya dari pantai seperti ini yah? Hmm…
Puas berjemur dan cengengesan di
pantai, kami memutuskan untuk kembali. Lagian kasian juga Agus Leo sendirian
bersama sekantong salak. Tips dari gue:
jangan bawa macem-macem ke Pantai Suluban kecuali elo mau mandi di sana. Selain
nggak mungkin juga nyeberangin barang-barang elo ke pantai, nggak ada tempat
kering untuk naro barang. Pantai Suluban punya shower room dengan tarif 10 ribu.
Mandilah selagi ada shower room karena kami memutuskan untuk enggak mandi
karena kami ingin meneruskan perjalanan ke Pantai Padang-Padang. Alhasil,
siap-siaplah paru-paru basah apalagi celana satu-satunya yang gue bawa basah
diterjang ombak. Konyolnya lagi, untuk mengebersihin baju dari pasir, kami
mencari genangan air di sekitar pantai yang kira-kira bisa buat bebersih. Ketika
ombak dateng, kami pun terhempas sambil cekakakan, bukan hanya karena konyol
kebawa ombak tapi baju yang tadinya udah mulai bersih jadi kemasukan pasir
lagi. Belum lagi diliatin beberapa orang yang melintas sambil bingung ngeliat
kelakuan kami. Gue sarankan untuk pakai bikini atau baju renang supaya nggak
banyak pasir yang masuk ke baju.
Pantai Suluban masih sangat sepi.
Nggak banyak orang yang dateng. Mungkin karena medannya yang sulit dan nggak
banyak yang bisa dilakukan di pantai tersebut. Ada sii restoran di atas tebing,
tapi nggak banyak yang bisa gue ceritakan karena gue nggak ke sana. Yang jelas,
tempat ini cantik banget buat kalian yang suka motret. Sayang banget, sebegitu excited-nya, kami
nggak foto-foto lebih banyak. Ternyata kami lebih memilih menikmati waktu dengan
keindahan di sana ketimbang menyimpannya di sebuah kamera. Kata Peow, “Kadang
ada memori yang hanya ingin elo simpan di kepala supaya elo selalu punya alasan
untuk kembali.” I’m agree. Yep, beberapa foto gue ambil dari blog tetangga
sebelah karena gue nggak banyak moto di sini. Bener deh, kalian harus ke sana
untuk membuktikan sendiri. Sebagai pecinta pantai, gue seneng bisa dapet
kesempatan ke pantai yang terpencil seperti Suluban. Tapi buat kalian yang
nggak suka pantai, gue sarankan nggak ke Suluban. It’s too tough, Darling.
Okay, setelah foto-foto di kolong
tebing, kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Pantai Padang-Padang.
Oyeah, naeknya lagi jelas tantangan tersendiri. Sumpah! Napas gue abis! Padahal
gue masih rajin maen badminton 2x seminggu. Apalagi Agus Leo yang lagi hamil. Tapi
yang terbaik sii jalan terus jangan berhenti kalo kuat, biar aja gempor di atas
yang penting capeknya sekali ajah. Jangan lupa foto di tangga dengan latar
belakang pantainya. Bagus banget pemandangannya.
Girlband gagal, nyari wangsit di Pantai Suluban |
Sampe di parkir, kami
beristirahat sebentar untuk mengembalikan tenaga yang terkuras setelah naik
dari pantai. Serius, gue nggak lebai. Capek abis! Panas matahari lagi
asik-asiknya, tapi yang mengagumkan, anginnya sejuk! Really! Makanya kami
bertahan sejenak untuk menikmati sejuknya angin sepoi-sepoi.
Perjalanan ke Pantai
Padang-Padang lebih menantang. Kami menemukan turunan yang disertai tanjakan
super terjal. It’s a perfect U! Nggak keliatan ujungnya sampai kami bener-bener
turun. Hati-hati jalan di sini. Nggak usah ngebut lah, mau ke mana juga. Surga?
Tapi Pantai Padang-Padang emang surga sih. Perjalanan ke sananya pun indah. Sampai
di sana, kalian akan menjumpai jembatan yang akan memperlihatkan keindahan
Pantai Padang-Padang. Indah luar biasa. Another breathtaking moment. Lagi-lagi,
kalian harus ke sana untuk membuktikan karena gue nggak foto-foto di sana.
Untuk sampe ke pantai,
perjalanannnya memang tidak seberat ke Pantai Suluban, tetapi tetap sulit
karena tangga menuju pantai sangat sempit dan harus bergantian dengan orang
yang ingin lewat dari arah sebaliknya dan diapit oleh tebing yang tinggi. Oya,
hati-hati juga sama monyet di sana. Kebetulan gue beli jagung bakar di parkiran
dan pas gue mau turun ke pantai, tiba-tiba…. monyet muncul entah dari mana dan
gue agak parno ya sama binatang-binatang yang berkeliaran di Bali seperti
anjing dan monyet. Elo akan lebih sering ketemu monyet dan anjing daripada
kucing di Bali. Lagian kenapa nii monyet baru muncul pas rombongan kami lewat
sih? “Mungkin karena jagung elo, Rin, “kata Jeung Win. Gue pikir yah santai aja
jalan terus tapi kok si monyet ngikutin dan ternyata benar, si monyet
sepertinya pengen jagung gue! Jeung Win yang dasarnya lebih cupu dari gue jadi
teggang gila dan bilang, “Arin…., monyetnya ngikutin elo!” Hiiiiiii!! Gue
langsung berhenti dan ketakutan tapi nggak rela ngelepas jagung gue. Bukannya memberikan
dukungan moral seperti, “Ayo, Arin, pertahankan jagung lo!,” atau “Arin! Ayo
lari ke sini, kami selamatkan kau,” Jeung Win malah makin teggang, “Arin! Kasih
aja jagungnya! Lempar jagungnya!” Sumpah! Gue teggang abis dan pengen nangis
rasanya. Apalagi orang-orang mulai ngeh dan ngeliatin kami. Gue baru aja
ngabisin seperempat jagung itu, kepedesan dan kelaparan. Akhirnya Peow
memberikan solusi dengan tenang, “Sini, kesiniin jagung lo,” dan gue langsung meninggalkan
tempat tersebut, turun ke bawah dan jagung gue selamat. Kera gila! Terima
kasih, Peow, penyelamat jagung bakarku *hugs. Jeung Win masih misuh-misuh, “Kenapa
elo nggak kasih aja sih?! Gue takut monyetnya loncat ke kita!” Okay, another
tips, don’t bring any food down to the beach unless you are a monkey expert.
Pantai Padang-Padang |
Sampai di pantai, kalian akan
langsung disambut dengan lembutnya pasir putih di sepanjang pantai. Kalian bisa
tidur-tiduran di sana dengan menyewa payung di sana atau berteduh di bawah
karang. Kami memutuskan untuk berendam di pantai yang bersih dan menikmati
keindahan pantai. Hati-hati berenang di sana karena banyak karang. Kalo airnya
surut, karangnya akan keliatan di tengah-tengah air laut. Di Pantai
Padang-Padang lebih ramai dibanding Suluban. Mungkin karena pantainya lebih
komersil dan lebih mudah dijangkau. Pariwisata di sana cukup hidup. Cuman yang
gue nggak abis pikir, ada aja yang foto-foto dengan gaya dan pakaian yang nggak
cocok sama situasi pantai. Mulai dari pake baju rapi mo ke mall sampe bergaya
tiduran di atas pasir dengan satu tangan menahan kepala. Yep, dan doi laki, Cyiinn! Random. And please, jangan buang sampah sembarangan ya karena gue
menyaksikan dengan mata kepala sendiri, ada wisatawan lokal yang buang sampah
sembarangan. Tips dari gue: jangan
berenang kalo nggak mau basah karena shower room-nya nggak okeh. Belum lagi
musti ngantri dengan orang lain. Inilah sebabnya kenapa akhirnya kami
memutuskan untuk langsung kembali ke hotel dan nggak jadi ke Pantai Dreamland. Oiya,
bawa bekal ke sana karena nggak banyak restoran di Pantai Padang-Padang. Gue nggak
tau berapa kisaran harganya, kayaknya sih mahal yah. Kami membungkus makan
siang kami yaitu Nasi Pecel Bu Tinuk. Lumayan, pengiritan. Kami berhenti di
pinggir jalan sepanjang perjalanan pulang untuk makan siang.
Setelah makan siang, kami
melanjutkan perjalanan pulang. Jangan salah jalan karena akhirnya kami harus
terjebak macet di Pantai Kuta yang membuat kami menghabiskan waktu 2 jam sajah
untuk kembali ke hotel. Sesampai di hotel, kami langsung bergegas mandi karena
kami akan meneruskan perjalanan ke sekitar Legian. Kami agak khawatir dengan
keadaan Agus Leo yang mengeluh kejang perut sekembalinya dari pantai. Kami khawatir
karena memang medan yang ditempuh hari itu paling berat dibandingkan hari
sebelumnya. Namun karena ini adalah malam terakhir kami di Bali, ia memutuskan
untuk ikut kami makan malam setelah malam sebelumnya ia memutuskan untuk
beristirahat di hotel. Untungnya tidak terjadi apa-apa namun kami terus
mengingatkan Agus Leo agar banyak-banyak duduk dan istirahat.
Kami memutuskan untuk makan malam
di Warung Italia karena kami tidak berhasil menemukan restoran yang
direkomendasikan J. Setelah makan, kami melanjutkan perjalanan di sepanjang Jl.
Legian. Karena sudah malam, kami hanya berhenti di 2 tempat yaitu toko
aksesoris Cocoro dan toko alat musik tradisional Surya Bali Art. Kalian nggak
akan kelewatan Cocoro jika melintas sepanjang Jl. Legian. Cocoro begitu
mengundang siapapun yang menyukai aksesoris. Aksesorisnya pun unik-unik. Kami menemukan
kalung dengan bandul besar dengan diameter lebih dari 20 cm! Kebanyakan Cocoro
menjual kalung bernuansa etnik berbahan kayu. Gue menemukan sebuah kalung yang
juga merupakan penemuan terbaik gue selama di Bali. Bentuknya seperti pohon
tapi isinya buah jeruk semua. Hehehe. Bisa disesuaikan panjangnya. Selain warna
oranye, tersedia juga warna hijau. Gue menemukan warna pink terakhir yang
akhirnya dibeli Jeung Win. Si bapak penjual – yang ternyata orang Padang – akan
dengan senang hati melayani kok. Kami pikir harga di sana mahal, ternyata
sangat murah untuk ukuran aksesoris di daerah Legian. Kalung temuan gue itu
hanya seharga 25 ribu dan rata-rata kalung dengan ukuran sama juga diharga
dengan harga yang sama. Kalo suka aksesoris unik yang nggak pasaran, coba
mampir ke Cocoro.
At Cocoro, Legian |
Best found item at Cocoro |
Setelah puas menjelajahi Cocoro,
kami memutuskan untuk menemani Peow membeli ukulele. Kami memutuskan untuk
berhenti di toko alat musik pertama yang kami lihat karena hari sudah semakin
malam. Kami mampir ke Surya Bali Art di Jl. Patih Jelantik, Legian. Di sana, si
penjual yang ternyata orang Jawa, dengan senang hati melayani pengunjung. Saat kami
tiba, ada pengunjung lain yang sedang mencoba alat musik pukul tradisional. Kebanyakan
alat musik yang dijual adalah alat musik tradisional Australia. Peow yang emang
dasarnya suka alat musik sangat menikmati kunjungannya di sana. Akhirnya setelah
lihat-lihat dan mencoba beberapa ukulele, pilihannya jatuh pada ukulele seharga
di bawah 400 ribu. Setelah puas dengan temuannya, Peow juga mencoba salah satu
alat musik tradisional suku Aborigin, didgeridoo. Menurutnya, baru kali ini Peow
menemukan toko alat musik selengkap Surya Bali Art. Bali adalah salah satu
tempat untuk membeli barang unik dan antik seperti alat musik tradisional. Kalau
kalian suka alat musik tradisional Aborigin, mampir aja selagi di Bali.
Ukulele temuan Peow di Surya Bali Art |
Didgeridoo (taken from http://www.didgeridoobreath.com/Learn-How-To-Play-Didgeridoo-s/2.htm) |
Malam itu malam minggu, malam semakin
larut namun suasana Legian tak kunjung padam. Bahkan setiap café menampilkan
atraksi yang liar untuk menarik pengunjung seperi menari-nari di atas meja dan
memajang perempuan seksi di depan café. What an advertisement! Jeung Win bahkan
menemukan 1 shot vodka hanya seharga 15 ribu! Yah, tapi emang dasar gue nggak
paham alkohol, gue nggak ngerti kenapa Jeung Win begitu antusias dengan promo
di salah satu café di sepanjang Jl. Legian. Berminat?
Semakin larut, kami akhirnya
memutuskan untuk memulangkan Coi2 kembali ke Bang E’en. Gue lagi-lagi tertidur
sepanjang perjalanan ke ruko Coi2. Oiya, buat kalian yang domisili di Denpasar
dan sekitarnya, bisa lho mampir ke ruko Coi2 dan Bang E’en yang menjual
peralatan audio video yang lengkap. Mampir aja ke Sinfonia Audio Video*. Posisi
persis seberang Mc. D. They are trustable seller ;)
Nggak kerasa, setelah 4 hari kami
bertualang, here’s come the end. I hate it so much but I had a great time with
my best friends. Enggan rasanya meninggalkan Bali dengan segala keindahannya. Dengan
segala suka dukanya, kami harus melepas Coi2 dan meneruskan kehidupan kami di
Jakarta. Siapa sangka sih akhirnya kami bisa sampai di Bali? Ini adalah
pengalaman pertama bagi Peow dan Agus Leo ke Bali. Bahkan ini adalah pengalaman
pertama Peow naik pesawat! Hahaha, she is not so virgin anymore, right, J?
Buat gue dan Jeung Win, ini
adalah kesempatan ketiga kami ke Bali. Tapi ini adalah kali pertama kami
menjelajahi Bali sebegitu luas tanpa keluarga dan menyetir dengan modal GPS! We
were proud! Hahaha. Karena nggak mungkin gue dan Jeung Win bisa menjelajahi
Bali seperti ini dengan keluarga yang ogah rempong. Ini pertama kalinya bagi
gue nonton Tari Kecak di Uluwatu, naek water sport, makan nasi pedes Bu Andika,
ke Ubud, ke Tegallalang, ke Pantau Suluban dan Pantai Padang-Padang bahkan ke
GWK! Apalagi mengingat gue pergi ke Bali dengan hasil keringat gue sendiri. This
was one of a memory that I’ll always keep in my mind and share it with my kids
someday. I even shared it with my students! They were antusiastic!
I almost cried on the plane
before we took off. Nggak percaya liburan udah selesai dan waktu jalan begitu
cepat. Nggak percaya bisa pergi sejauh ke Bali dengan temen-temen terdekat gue.
Nggak nyangka bisa pergi dan mempersiapkan semuanya tanpa bantuan orang tua
gue. Mungkin kalian sudah terbiasa, tapi buat gue, this was a big step. I am a grown up woman ;)
Di kesempatan ini, gue ingin mengucapkan
terima kasih banyak buat Bang E’en yang udah mengizinkan Coi2 menggila bersama
kami selama 4 hari. Trus buat Ari & keluarga Jeung Win yang akhirnya
mengikhlaskan Jeung Win pergi. Pak Manik yang juga mengizinkan Agus Leo yang
tengah hamil trimester kedua. Bung Wa’uh sekeluarga yang mengizinkan anak
sulungnya, Peow, untuk pergi. Dan tentu saja laki gue, Bayu Putra, yang selalu
memberikan gue kebebasan untuk menjelajahi dunia lebih luas lagi. Gue berharap
semoga kami bisa berlibur bersama #7Items lengkap! (akan terus berdoa). Yang
jelas, gue meninggalkan hati gue di Bali dan akan selalu kembali ke Bali dan
perjalanan memang selalu lebih indah ketika kita bertualang bersama teman ;)
15
April 2012
10:03
p.m.
Bedroom
*Sinfonia
Audio Video
Jln. Gatot Subroto Tengah No. 100 X
Kav.
15 Denpasar Bali
Akan ada posting berikutnya untuk melengkapi perjalanan gue selama di
Bali yaitu (Not So) Greatest Getaway – Part 5: Footnote. Berisi tentang
catatan-catatan kaki tentang pengalaman tidak menyenangkan selama di Bali
terkait pelayanan hotel tempat gue menginap, tips-tips bertualangan dengan budget terbatas serta catatan kaki lainnya.