Rabu, 30 Juni 2010

"I Want to Grow Old with You..."


Gogo’s FB status on June 22, 2010


26 Juni 2010


Bangun pagi hari ini agak beda dengan hari-hari libur biasanya, padahal hari ini Sabtu pula. Hari ini berbeda karena gue dibangunkan oleh alarm yang biasanya menemani pagi gue selama bekerja. Lalu mengapa gue dengan rela saja dibangunkan oleh alarm yang super mengganggu ini di pagi Sabtu yang merupakan hari libur juga? Hal ini dikarena saya sudah berjanji dengan si Peow untuk datang ke pemberkatan nikah salah satu Gerombolan Siberat; Gogo dan tentu saja dengan suaminya (masa’ sama suaminya Peow. Hek?!)


Okah. Begini. Saia ini pemalas sekali, selain apa yang sudah saia jelaskan di posting saia terdahulu, ‘Carol’s Wedding’, hari ini lebih pemalasan karena harus bangun pagi-pagi sekali. Gue nggak pernah dateng sekalipun ke acara pemberkatan nikah di gereja, jadi gue nggak tau prosesinya seperti apa. Nggak hanya itu, karena tetep pengen dateng ke acara pemberkatan dikarenakan Gogo meminta J untuk datang di pemberkatan dan J meneruskan kepada Peow dan akirnya si Peow meneruskan kepada gue – napas dulu – jadi gue percaya saja kalau kami diundang ke pemberkatan nikahnya Gogo. Padahal gue nggak pernah dateng ke acara akad nikah atau pemberkatan nikah seorang teman. Tidak satu pun. Gogo, ini adalah sebuah kehormatan besar bagimu, karena baru sekali ini si Onta ini dateng ke pemberkatan nikah seorang teman. Kalo akad nikah sodara mah sering, tapi teman, tidak pernah.


Dengan segala daya upaya, gue bangkit dari kasur dan bersiap. Yang tadinya mo jalan jam 9 karena gue pengen liat seluruh prosesi, malah molor jam setengah 10 (gue banget nii emang, Coy2 dan Peow sudah menjadi korban gue untuk yang kesekian kalinya). Si Peow memang menyarankan untuk dateng jam setengah 10 awalnya. Dengan sisa waktu yang ada (sisa dari mana, orang telat kok), gue makan sereal sebelum berangkat. Di tengah ketergesaan gue makan sereal, si Peow bertanya,


Peow (P): emang orang batak juga dikasih angpaw ya?


Ontacerdas (OC): ya iya lah. Mo lo kasi apaan? Bebong?


Rupanya si Peow ‘terinspirasi’ dari tumpukan amplop yang ditaro si Bay2 di atas meja tamu.


Jam setengah 10 kami berangkat dengan kecemasan karena....ga satu pun dari gue, Peow atau Bay2 yang tau di mana lokasi persis gerejanya! Well, gue sii pede jaya aja ya secara gue pikir emang seberapa gede sih Halim? Paling juga deket bandaranya khan? (sok tau abis, secara gue juga nggak pernah ke bandaranya). Sepanjang jalan, dengan segala upaya, Peow memanfaatkan fasilitas foursquare dan google map untuk yang kesekian kalinya. Yang ini lebih parah, nggak satu pun situs yang berhasil ngebuka peta. Horrrr!!! Okahlah, dengan sedikit keberanian dan pengalaman mencari-cari gedung kawinan, gue yakin kita pasti bisa nemunin gerejanya, masalah kapan itu urusan nanti. Mo sampe sana acaranya udah bubar, itu juga urusan nanti. Yang gue cemaskan justru kalau gerejanya ketemu, acara belon beres, boleh masuk gak ya?


Akirnya setelah memasuki daerah Halim, gue terus lurus dengan harapan kedua navigator gue bisa memberikan masukan, nggak mungkin dong gue stand by kanan-kiri selagi nyetir. Sapa satu salah satu dari mereka berhasil menemukan Jl. Angkasa. Wew, gue akirnya sampe ke Pangkalan TNI AU Halim Perdana Kusuma, buset, ini sih udah jauh banget, bentar lagi bandara. Tapi gue tetep yakinkan hati bahwa gereja itu belon kelewat. Daaaannn.....jreng! kok tau2 di depan gue udah gerbang bertuliskan ‘Bandara Internasional Halim Perdana Kusuma’ dan nggak ada puteran balik! Mosoolooohhh!


OC: (panik campur kaget tapi memelankan laju mobil) woi! Ini kok masuk bandara nih! Kemana dong?! Masa’ terus?!


Namun sepertinya niat baik selalu dilindungi Allah.


P: eh, itu, itu ada gereja di kanan. Itu pasti gerejanya.


OC: elo yakin?! Lu jangan asal gereja aja lo tunjuk.


P: iya, itu gereja Oikumene. Itu gerejanya. Bener.


OC: emang gereja kayak gitu cuman satu di sini?!


P: udah, bener itu.


Dengan setengah nggak percaya, toh gue nggak punya pilihan laen, gue ikutin aja apa kata cangkem si Peow. Tapi ini gimanah?!! Gue udah terlanjur ada di jalur searah menuju gerbang bandara! Akirnya dengan pengalaman ngangkot 5 tahun dengan modal sertifikat menyetir lewat Jl. U – Syahdan yang maha sempit, gue hajar aja tuh jalan 1 arah – alhamdulillah, jalanan lagi sepi – dan langsung ngambil jalan menuju gereja yang diyakini adalah gereja pemberkatan si Gogo.


Setelah dapet parkir dan mengganti sendal teplek dengan high heels 7 cm (entah apa yang gue pikirkan saat itu), kami pun masuk dengan ketidakpastian. Nggak ada papan apapun untuk mengetahui pemberkatan siapa di dalam gereja itu. Satu-satunya cara adalah masuk ke dalam dan melihat dengan mata kepada sendiri siapa pengantinnya. Entah keyakinan dari mana yang merasuki kami karena siapa yang tau juga di dalem sedang ada pemberkatan nikah atau misa biasa.


Masuk dengan mengendap-endap karena tidak mau mengganggu dan karena gue bukan Kristiani, jadi gue berusaha sesopan mungkin demi menghormati gereja dan kultur-kulturnya. Si Peow memimpin kami masuk karena dia satu-satunya Khatolik (kejawen tapi), dan duduk di barisan belakang. Great! Mo paling depan juga kita nggak bakal tau siapa yang nikah – oke, ini pemberkatan nikah karena ceramahnya seputar pernikahan lah, itulah kesimpulan gue sesaat setelah naro pantat di bangku gereja – karena senderan kursi pengantennya tinggi banget! Cuma ubun-ubun kepala doang yang disisain keliatan dari bangku penonton. Okeh, satu-satunya cara untuk tau siapa pengantennya adalah....nanya penonton laennya. Salah. Mo tanya sapa? Nggak ada satu pun yang kami kenal di sana, lagian kalo salah gimana? Yep, akirnya kami menunggu pendeta menyebutkan nama salah satu penganten.


Pendeta (Pn): jadi, Frans...


Gue dan Peow liat-liatan sambil sedikit lega.


OC: nama lakinya Frans khan? Eh, Franky apa Frans


P: (dengan semangat tersenyum sampe matanya ilang) Iyah, iyah, Frans, Franky itu panggilannya ya.


Gue juga inget di undangan kalo nama depannya emang Frans. Tapi....lah Frans khan banyak! Kita harus tunggu pendeta untuk nyebut nama penganten ceweknya kalo gitu. Lah, kalo penganten cowoknya Frans tapi nama penganten ceweknya Wati, salah dong!


Akirnya saat yang dinanti tiba, tak perlu waktu lama,


Pn: Jadi ya, Frans dan Virgonia...


OC & P: (cengar-cengir lega sekaligus kesenengan karena berada di pemberkatan nikah dan gereja yang tepat)

Oke, okeh!


Setelah tenang karena berada di pemberkatan yang tepat, kami mengikuti prosesi dengan tenang namun sesekali gue bertanya ke si Peow beberapa ritual gereja. Jangan salah, sekali pun si Peow cuman 2x setaun gereja pas Natal ama Paskah (sama kayak gue, shalat cuman 2x setaun, Idul Fitri ama Idul Adha doang), tapi banyak pengetahuan yang bisa gue dapet dari dia. Nggak cuman itu, gue juga menceritakan beberapa ritual di Islam.


Ternyata gue beruntung, prosesi pembacaan janji nikah belum terlewat, padahal kami sudah terlambat 1 jam. Saat penganten cowok membacakan janjinya, gue terfokus kepada kedua penganten. Bergantian melihat Franky dan Gogo seakan ga mau melewatkan satu pun ekspresi dari keduanya. Franky membacakan janjinya dengan tenang dan lancar. Ketika giliran Gogo, pada awalnya ia dengan tenang dan lancar – setenang penganten cowok – membaca janji pernikahannya. Namun menjelang akhir, suara Gogo bergetar dan akhirnya air mata pun mengalir di pipinya. Kendati demikian, Gogo bisa menyelesaikan kalimat janji pernikahannya. Di titik itulah air mata gue menggenang. Terharu. Pasti terharu. Sudah tabiat saia.


P: dulu elo nangis juga nggak?


OC: (masih setengah haru dan mata tergenang) iya lah.


Akirnya gue terlempar ke masa 2 tahun yang lalu ketika gue meminta izin kepada bokap gue untuk menikahkan gue dengan pria pilihan gue. Saat itu gue tidak merasa akan menangis atau terharu karena gue santai menjalani semua prosesi. Bangun pagi2 subuh dalam keadaan santai, nggak berasa kalo gue didandanin untuk akad nikah gue sendiri. Seperti biasa, ketika gue sangat begah didandanin, apalagi dandan berat, gue ngacak-ngacak alat rias perias penganten di depan gue, sambil terus ngingetin untuk nggak menor-menor.


Perias (Ps): yah, khan mau jadi penganten, emang harus medok make-up nya.


OC: (dalam hati) mosoolooohhh


Nggak lupa, gue duduk dengan ngangkat 1 kaki dengan cueknya sambil disuapin makan pagi. Lengkap dengan nguap-nguapnya karena masih pagi banget. Ditambah bawel karena tarikan sasakan dan tusukan jepit rambut untuk masang konde di kepala gue. Holoh! Belon lagi kerempongan pake kaen yang super ketat, saking susahnya jalan, akirnya gue bukannya melangkahkan kaki kiri-kanan, tapi malah ngesret dengan posisi kaki kiri di depan dan kanan di belakang. Nyokap gue ngamuk,


Mam (M): (sambil sibuk dengan dandanannya sendiri) eh! jalan jangan begitu, dibiasain dong jalan yang bener!


OC: (tetap berjalan – atau tepatnya loncat-loncat – ngesret)


Setelah siap, gue dibawa ke kamar penganten, berasa kayak monyet di Ragunan, orang-orang ngeliatin gue kayak liat bekantan koleksi terbaru dari Ostrali. Gue? sibuk megangin untaian melati yang menjuntai panjang dari kepala sampe pinggang karena kalo nggak dipegangin, berat banget. Bisa-bisa pas akad kepala gue mencong ke kanan kayak orang sakit leher karena salah tidur.


Begitu keluarga penganten cowok dateng, jendela di kamar gue ditutup – bener-bener berasa monyet di Ragunan, pertunjukkan telah usai, tirai ditutup. Pas gue duduk di sebelah Bay2, kalimat pertama yang muncul dari mulutnya adalah,


Bay2 (B): (berbisik) kayak nyi blorong lo


OC: (santai ajah, dah biasa)


Prosesi akad dimulai dan pas giliran gue minta izin sama bokap, gue berusaha untuk membaca janji yang gue buat sendiri. Intinya gue berterima kasih karena kedua orang tua gue sudah membesarkan gue, meminta maaf atas segala kesalah gue dan meminta izin untuk dinikahkan oleh laki-laki yang gue pilih.


Hai, kalian yang belum menikah maupun yang mau menikah lagi, percayalah, sesantai apapun gue menjalani prosesi ini – gue yakin Gogo juga santai, keliatannya santai – pada akhirnya haru-biru itu muncul juga. Entah dari mana energi dan sensasi itu, setelah beberapa baris awal, haru dan tangis gue pecah juga. Saat gue menulis ini dan membacanya – berapa kali pun membacanya – masih gue ingat bagaimana air mata gue menghalangi seluruh pandangan mata gue, ditambah bulu mata atas bawah super panjang yang membuat jarak pandang gue nyaris nol. Gue nggak bisa baca! Gue nggak bisa meneruskan izin gue! Nggak ada tisu di sekitar gue, mata terus gue kedip-kedipkan, setengah mati gue tahan rasa haru itu, akhirnya gue bisa meneruskan kalimat gue dilatarbelakangi oleh tangisan yang lebih kencang – jauh lebih kencang – dari tangisan gue. Karena nggak bisa dangak untuk ngeliat siapa pemilik tangisan – yang sebenernya membuat keharuan gue berkurang, berganti rasa penasaran – maka gue simpulkan kalo yang nangis adalah adek gue! Belakangan gue tau dia nangis terharu karena selama 6 bulan terakhir dia tidur sekamar ama gue & dia menyadari kalau di malam itu dan seterusnya, dia nggak bisa sekamar lagi sama gue. Prosesi berjalan lancar. Tepat pukul 10 pagi, pernikahan kami sah. Alhamdulillah...


Kembali ke gereja dan pemberkatan Gogo, prosesi berakhir pada pukul setengah 12. Di sana gue bertemu beberapa teman kerja. Sayangnya, kami nggak berkesempatan berfoto bersama penganten. Tapi gue dan Peow berhasil memberikan selamat. Si Gogo sempet2nya komen baju gue yang warna ungu. Hohoho...


Petualangan kami belum selesai. Kami memutuskan untuk ke resepsi yang entah di mana itu. Sempat dijelaskan arah menuju tempat resepsi tapi gue nggak merhatiin. Untunglah 2 navigator gue memperhatikan namun kayaknya mereka juga bingung. Alhasil, kami berangkat menuju tempat resepsi. Alhamdulillah, dengan modal peta dari undangan, kami sampai ke tempat tujuan. Sebelum sampai, kami sempet bingung dengan petunjuk yang ada di peta. Di peta ada perempatan, tapi yang ketemu cuman pertigaan. Trus ada RSIA Yadika, tapi cuman ada RS Yadika (sempet girang karena yakin nggak nyasar). Maju ke depan dikit, ada RSIA – entah apa namanya – jadi ini mana yang bener? Tapi selama berada di Jl. Pahlawan Revolusi, kami yakin kami nggak nyasar. Dengan patokan Giant, kami begitu bahagia ketika melihat logo Giant yang besar diikuti dengan jalan kecil dengan janur kuning melengkung diikat di tiang listrik. Okah! Ini dia gang yang dicari-cari.


Sampai di sana, parkir sudah penuh, orang-orang sudah berkumpul. Tapi kami tau nggak bakalan telat karena kami berangkat lebih dulu dari penganten. Untungnya kami nggak sok tau menerobos orang-orang yang berkumpul di depan pintu masuk lantai bawah karena itu khusus untuk keluarga. Yep! 1 lantai untuk keluarga. Untuk tamu nasional, gue, Peow dan Bay2, disediakan lantai 2. Berhasil naik ke atas dengan sepatu hak 7 cm, gue langsung terpukau melihat tatanan meja dan kursi beserta lauk-pauk yang terhampar menutupi seluruh lantai 1. Baru kali ini gue dateng ke resepsi orang Batak dan melihat prosesi adat mereka yang kaya kultur. Di pelaminan disediakan makanan, jadi penganten akan makan bersama dengan tamu. Jika di pelaminan biasanya hanya ada 5 kursi; 1 untuk penganten, 4 untuk ayah dan ibu penganten, maka ada 20 kursi lebih untuk – entahlah apa itu, Gogo tolong jelaskan – seluruh keluarga. Pertayaan awal gue setelah sadar dari kekaguman,


OC: ini nanti kita musti salaman sama semuanya


Sebenernya sii gue cukup ragu apakah gue bisa salaman dengan pengantennya secara lantai kepisah begini.


P: Ya iya lah, masa’ mo dilewatin langsung ke Gogo!


OC: tapi kita bakal salaman nggak ya?


B: biasanya sii pengantennya yang bakal nyamperin kita


Kebetulan ibu mertua gue orang Batak, jadi si Bay2 tau sedikit banyak adat Batak.


Di tengah prosesi adat yang cukup lama, 1 jam, dan terus berjalan, si Jeung mengirim BBM ke gue dan melapor bahwa dia nyasar.


Jeung (Jg): gue sekarang ada di pd. Gede, tadi keluar di taman mini


OC: lah, kok bisa ampe sana? Elo harusnya keluar di Jatiwaringin


Dan merepetlah si Jeung karena adek iparnya sok tau jalan, ditambah dengan ‘kecerdasan’ si Jeung yang nggak bawa undangan! Holoooohhh!! Setengah mati gue ngasih petunjuk dan akirnya sampe juga si Jeung (turut prihatin dengan adik ipar Jeung). Sebelumnya, sekeluarnya dari tol, tebak apa yang gue temukan; Bebek Slamet! Sempet mo makan dulu karena udah laper banget. Beruntunglah perut bisa diajak kompromi sehingga ketika diperbolehkan makan, gue belom kolaps (mengingat gue cuman makan sereal seuprit)


Ketika gue makan, di sebelah gue ada seorang cewek yang lagi sms-an ama temennya. Mata tak dapat dijaga, gue intiplah isi sms itu. Isinya: gue sekarang lagi ada di kawinan orang Batak, kesan pertama gue ribet banget! Gue nggak mau kawin sama orang Batak deh.


Dalam hati gue, deee....sapa juga yang mo ngawinin situh!


Anyway, gue sebagai temen sangat salut kepada cewek satu ini. Gue emang nggak ngikutin seluruh prosesinya dia menjadi orang Batak, sampe akirnya dia punya marga dan menikah dengan orang Batak, tapi kalo gue punya 10 jempol (ngeri nggak sih?!), sepuluh-sepuluhnya buat si Gogo deh! Finally, you’re Mrs. Sirait! Congrats, Darling!

Sangat tidak menyesal gue dateng ke pemberkatan dan resepsi Gogo karena melihat seorang teman memasuki kehidupannya yang baru adalah pengalaman yang luar biasa. Seluruh doa dan harapan gue panjatkan untuk salah satu teman terbaikku, Gogo. Selamat menempuh hidup baru. Let the journey begins....


Pesan moral: buat orang-orang yang menemani gue ke akad atau pemberkatan nikah, jangan lupa membawa gulungan tisu dan tahan malu melihat gue yang sesegukan sampe ingusan kemana-mana.


*btw, si J kemana yah? Belon balikkah dia dari Umroh? Seperti ngilang ditelan bumi...

Minggu, 27 Juni 2010

Antara Jakarta-Cikarang-Jakarta




16 Juni 2010

Hari ini adalah hari pembalasan buat gue karena akirnya gue bertekad apapun yang terjadi dengan hari ini gua akan berenang di Water Boom Lippo Cikarang. Udah pernah ke sana, Pembaca?

Gini deh. Tempat ini sepertinya water boom pertama di daerah Jakarta dan sekitarnya. Sepertinya udah ada sejak gue...SMP deh. Yang gue ingat dari tempat ini adalah kerindangannya. Banyak pohon dan gazebo yang teduh. Nggak cuman itu, ada 2 slide yang lumayan lah buat seseruan. Selain itu ada juga lapangan voli pantai, lapangan basket, voli air, fying fox, paintball, spa treatment, restoran bebek, dll.


Okeh. Udah semangat mo siap-siap berangkat tapi pas buka jendela...hek?! UJAN!! Ohhh!! Kenapa sih gue apes banget?! Setiap mo berenang, pasti ujan. Waktu itu juga pernah ke Waterbom PIK pas Desember, ujan juga. Holoh! Sekarang Juni ujan juga. Apa perlu gue lempar kolor 3 hari nggak dicuci supaya ujan berenti?


Akirnya gue menunda keberangkatan dengan harapan ujan bakalan berenti. Ternyata...tidak! Ujan tidak berenti, badai sih enggak, gerimis aja tapi kayaknya bakalan awet. Okehlah, jikalau begini, apapun yang terjadi, gue tetep berangkat! Dengan semangat pantang menyerah, gue akirnya berangkat bersama Peow. Yep. Hanya dengan si Peow gue pergi. Oh, romantis banget nggak sih? Abis pegimane dong! Yang laen gue ajakin alasannya sejuta:


Si Coy2 bilangnya kagak mau kulitnya item & kebakar. Alaahhh!! Gue aja yang seumur idup item begini akirnya pasrah juga kok. Begini lho, dulu emak gue bilang, “Rin, kamu ngapain sih ikutan Paskib mulu? Muka lo udah item banget tuh kebanyakan bejemur di lapangan. Kalo kata Papa udah kayak abu-abu monyet.” Nah, Coy! Sebagai anak yang telah diklaim seperti monyet oleh bapak dan ibu sendiri, gue tetap pada pendirian gue saat itu. Gue tetap latihan dan berjemur di lapangan dengan bangga!

Tapi emang sih, setelah kelas 3 dan gue udah jarang latian di lapangan, temen sekelas gue bilang kalo gue emang putihan. Heh? Ternyata emang salah satu faktor. Lagian apa sih maksdnya? Secara kulit lo putih gitu? Prihatin dengan gue kenapah??!

Tapi pembelaannya, kalo dia berenang, kulit item dan kebakar, kulitnya jadi buluk gitu. Nggak sedap dipandang mata. Oke lah...setau gue nii anak akirnya menghabiskan waktu di sekolah, nempel2 dekorasi*associate teacher teladan 2010-2011.


Jeung alesannya lebih sejuta lagi, ada kerjaan yang musti dikerjain. Kali ini translate-annya dia belon beres juga. Pegimaneh? Perasaan waktu Jum’at nggak bisa maen karena mo ngerjain tu kerjaan deh. Eniwei, tak bisalah dia juga ikut.


J ini lebih mulia sii alesannya. Dia pergi menunaikan ibadah umroh*kamu doakan saia tidak di sana? Jadi ingat pengalaman luar biasa di sana dulu. Waktu itu yang paling berkesan adalah hari terakir di Makkah. Waktu itu abis shalat Jum’at (iyah, di Mekkah sii cewek bole ikut shalat Jum’at), gue lagi duduk ama eyang gue, baca doa sebelon balik ke hotel dan berangkat ke Madinah. Waktu itu, ada ibu pake baju terusan muslim warna item tanpa cadar ngelewatin gue dan eyang gue. Eh, tiba-tiba dia balik dan langsung cubit pipi gue sambil senyum dan ngasih gue kiss bye (halah, apa ya namanya kalo dikasih ciuman dari tangannya trus diarahin ke orang yang dituju?). Gue yang dicubit pipinya – entah kenapa – cuman bisa senyum ajah dengan sangat mengembang. Hihihi..., aneh khan stranger tiba-tiba begitu. Saia anggap itu sebuah doa dari ibu yang baik, terima kasih ya... dan dia pergi begitu aja dan gue cuman bisa bengong. Eyang gue pun juga nggak bisa kasih penjelasan selain bilang, “Subhanallah...”


Gogo? Hihihi, persiapan pernikahan lah jelas. Mungkin hari itu sedang meratus, hehehe... lagian kalo dia ampe gosong, bisa dimaki gue ama seluruh marga Sirait dan Pardede, hehehehe... Ngomong-ngomong, itulah yang gue lakukan 2 minggu sebelum akad nikah dan resepsi 2 tahun lalu. Abis pegimane dong? Secara tuntutan profesi karena hari itu ada field trip ke Sekolah Alam Cikeas. Sepele sii, cuman nemenin anak-anak maen flying fox (yep! Gue naek flying fox, sujud sukur bisa selamet ampe bawah!) dan river walk. Wiiii...mataharinya oke banget hari itu. Alhasil kulit gue jadi eksotis lah. Kebakar jelas. Perih gitu. Tapi tak peduli lah, kapan lagi seseruan ama anak-anak khan?


Yang lain..., udah pada pulang kampung smua.


Okeh, kembali lagi ke romantisme gue dan Peow. Yep, sepanjang perjalanan kami ditemani rintik-rintik ujan dan 3 CD utama; Reza – Voicer, Glenn Frendly – Lovevolution, Monita Tahalea – Dream, Hope and Faith. Yes. Sepanjang jalan bahkan gue dengan OCDnya cuman muter ‘Dia – Reza’, ‘Pertama – Reza’, ‘Tersimpan – Glenn Fredly’, ‘Kisah Indah – Monita Tahalea’ berkali-kali sampe si Peow engap dengernya. Bebas sih, secara mobil gue, CD gue.

Otah. Sepanjang jalan pula, romantisme berlanjut dengan serunya kita memperhatikan banner sepanjang jalan. Coba, inget yang satu ini nggak? Tiba-tiba si Peow bilang:


Peow (P): Johnny Iskandar


Ontacerdas (OC): Aku bukan pengemis cintaaaaaaaaaa


Iyah! Ada sebuah event yang diselenggarain sama sebuah real estate gitu deh. Bintang tamunya Johnny Iskandar yang fenomenal itu. Masih seperti dulu ya tu orang, dengan kacamata dan & kostum kebesarannya. Top lah!

Sepanjang jalan gue mencari obrolan yang agak seru yah, akirnya gue mendapatkan obrolan yang kayaknya cuman bisa seru kalo diobrolinnya sama si Peow; resleting YKK.


OC: eh, elo tau resleting YKK nggak?


P:*dengan semangat 45*Iyah! Iyah! Tau!


OC: nanti pabriknya kita lewatin lho.


P: oyah? Mana?


Dan akirnya kami melewati pabrik resleting fenomenal itu.


OC:*sok tau*hebat ya YKK bisa merajai resleting seluruh dunia


P:*sok tau juga*iya, kalopun bukan YKK, kayak Adidas gitu, pasti ngambilnya juga dari YKK tapi diganti merk-nya (sok tau)


OC:*tapi dengan gele-nya gue...*iya yah(sambil ngangguk2 tanda setuju)


Okeh, sadar nggak sih jasa besarnya sebuah resleting? Oke deh, pernah ngerasain resleting elo jebol? Nyangkut? Atau kejepit resleting?*apapun itu yang kejepit. Yes, kualitas resleting itu penting! Jangan ampe resleting berkualitas buruk mengganggu hari anda. Bayangin dong kalo celana kantor elo resleting bagian depannya nggak bisa dinaekin ke atas dan itu satu-satunya celana yang kering (yang laennya basah karena jemuran nggak kering2, musim ujan)

Pake peniti? Aneh banget khan keliatannya. Nggak cuman itu, kalo elo kebelet mencret di kantor misalnya dan resleting elo macet, hellooooooo???? Di kantor gituh?! Nah, di sini lah elo akan merasa bahwa resleting itu penting abis! Harus berkualitas prima dan sepertinya YKK adalah resleting yang merajai dunia pe-resleting-an dunia. Mo celana 50 ribuan di ITC ampe celana jutaan rupiah di mall gede, resletingnya YKK. Coba sekarang liat ke bawah (buat yang lagi pake celana beresleting depan, kalo belakang, coba minta tolong sebelahnya liatin), resletingnya apa? YKK khan?*makin sok tau


Si Peow pun berangan-angan:


OC: YKK itu asli Indonesia, bukan?


P: iya sih kayaknya. Pasti lah, secara udah lama banget di Indonesia


OC: wah, keren banget ya kalo gitu secara udah mendunia khan?


P & OC:*pikiran mengawang-ngawang, bangga akan produk Indonesia yang mendunia*


Sori, Peow, YKK itu aslinya dari Jepang. Gue barusan googling: www.ykk.co.id

Tapi emang udah lama banget di Indonesia, sejak tahoen 1972. gitu lah kira2 ya.


Otah. Cukup soal resleting. Akirnya setelah menempuh perjalanan hampir 2 jam. Yep, Jakarta – Cikarang 2 jam ajah, akirnya kami sampe juga di Waterboom Lippo Cikarang. Hampir kelewatan jalur keluar Cikarang, abis petunjuknya dianaktirikan, kecil banget, nggak kayak yang laen. Selamet. Kita nggak pake nyasar sampe ke sana, tapi pas mo parkir, mosoolooohhh! 3 biji bus parkir dengan cantiknya! Brarti ada anak2 yang lagi karyawisata dong? Holoh, karyawisata, bahasa gue. Benerlah, pas mo beli tiketnya, rombongan anak-anak singkong pada baris ga rapi di depan pintu masuk yang mini itu. Untunglah gue & Peow berhasil menerobos kerumunan. Btw, pake Binusian card diskon 15%, lumayan...


Nah, sekarang dilemanya kita nggak kebagian tempat buat naro barang sampe akirnya kita sewa loker sekali buka. Hooh, pake koin gitu dan hanya bisa sekali buka. Soalnya untuk ngunci lokernya perlu koin dan kita cuman dikasih 1 koin. Kalo mo buka lokernya pake kunci, tapi nggak bisa ngunci lagi. Akirnya semua barang yang kita bawa – termasuk air minum – cuman jadi pajangan loker karena nggak mungkin dong berenang bawa-bawa botol minum. Uang juga musti dibawa dan akirnya kita beli kantong yang bisa diiket di tangan untuk nyimpen duit, holoh, basah juga duitnya*si abang promosi kalo kantongnya bakal kedap air. Sotoy!


Setelah termangu-mangu dengan konsep loker koin, gue dan Peow memulai petualangan di water park itu. No matter what, akirnya kita sampe juga! Sewa ban cinta (1 bedua) adalah hal pertama yang gue lakukan. Si Abang bilang, kalo kurang dari 2 jam, 10 ribunya (dari 25 ribu) di balikin. Okeh, Bang, dicatet. Sebagai pemanasan, kita naek ban di kolam arus. Aernya anget dan masih gerimis lho. Wew! Kolamnya kayak cendol. Banyak yang pake ban dan saling senggol dan dorong. Alhasil nggak perlu usaha banyak kita juga pasti kedorong ama orang di belakang. Hihihi.


Okeh, cukup romatisnya di kolam arus. Kita coba slide pake ban (lupa namanya). Derita banget deh naek ke atasnya. Secara tinggi banget dan musti bawa ban segede pulau. Berbagai gaya kita lakukan untuk bisa membawa ban yang nggak cuman gede tapi juga berat. Holoh. Si Peow mulut Suneo-nya ngoceeeeeehhhh.....mulu!


P:*dengan mulut suneo*berat banget sih bannya.


OC:*dalam hati*pengen bawa masking tape


P: *masih dengan mulut suneo*tinggi amat sih? Capek gue


OC: *masih dalam hati*nggak, lakban item aja yang lebar


P: *tetap dengan mulut suneo*hoorrrr..., kagak nyampe-nyampe nih


OC:*tetep dalam hati*kaos kaki aja kali ya, sumpel


P: *terus dengan mulut suneo*mungkin jadi capek ke atas karena musti bawa ban nih.


OC:*masih terpendam dalam hati*ya iya lah! Secara ban gede begini, kecuali lo bawa onta! Dia pasti bisa jalan sendiri!


Setelah perjalanan panjang – terasa lebih panjang dari perjalanan Jkt-Cikarang – akirnya kita sampe juga. Nggak nyesel deh! Seru banget! Asli! Apalagi kalo si Peow yang di belakang, lebih kenceng secara lebih besar massa tubuhnya.

Ketagihan, kita pun mengulang urutan yang sama dari awal (ulangi dari kata ‘ngoceeeeeehhhh.....mulu!’). Kita naek ada kali 5x. Kalikan 5.


Okeh. Capek naek turun tangga ditambah denger ocehan si Peow, akirnya kita putusin untuk makan siang. Beruntung, si Hokben itu masih sisa 3 porsi. Telat dikit, kita musti makan makanan nggak jelas gitu. Romantisnya, kita juga cuman beli 1 botol air putih berdua*ini sii bokek aje.


Setelah puas makan Hokben, makanan kebangsaan kami yang putus asa, lanjutin lagi berenangnya. Btw, akirnya kita balikin tuh ban gaban (yes! Kurang dari 2 jam, 10 ribu gue balik). Abis males bawa kemana-mana dan nggak seru ah kalo berenang tapi nggak nyemplung. Beda filosofi ama si Peow yang asik supermenan di atas ban. Berhubung badannya luas, gue relakan 2 lubangnya di pake si Peow supermenan sementara gue cibang-cibung di kolam. Okeh. Tak ada ban berarti si Peow nggak bisa supermenan. Trus kita akirnya relaksasi dengan pijetan aer di pinggir kolam voli air sambil ngeliatin orang-orang maen. Sangking lamanya, gue ampe tau ‘aturan’ maen yang mereka sepakati.


Setelah tangan keriput karena kelamaan berendem doang, akirnya kita putuskan kembali ke kolam arus. Hem..ada yang beda. Kolam arusnya sepi. Krik.krik.krik. Sepertinya anak-anak singkong itu udah pada pulang bersama rombongan ibu2nya. Asli sepi dan....eng, ing, eng*drum roll*banyak ban bergelimpangan di kolam arus. Kayaknya ban2 itu ditinggalin begitu aja dan nggak dibalikin ke konter ban. Gue suruh si Peow ambil 1 dan akirnya tuh anak lanjutin supermenan di atas ban and guess what? The rain was stop! Si matahari juga muncul walaupun malu2 dan emang udah sore. Damainya....


Trus akirnya kita naek slide dengan ban lagi. Masih sama urutannya.

Puas naek slide dengan ban, akirnya kita nyoba slide tanpa ban. Hum...kok serem ya kalo sepi gini? Apakah si Peow tetep ngoceh? Tetep! Tapi nggak pake mulut Suneo sih. Hihihi...


Whoaaa!! Ternyata sama serunya, cuman karena nggak pake ban, alhasil siap mendarat dalam keadaan nelen aer dan kuping kemasukan aer. Hore lah! Cuman karena udah agak jompo, cuman kuat 3x naek abis itu udah. Capek. Mandi. Balik ke Jakarta.

Matahari udah mulai ngilang waktu kita keluar parkiran. Suasananya tenang banget. Pengen sii makan di daerah sana, tapi takut kemaleman dan macet, akirnya kita putuskan untuk makan di Jakarta aja.


Wew..., beda ya ama terakir kali gue ke sana secara nyari pintu tol-nya ajah gue diputer jauh banget, ngelewatin kompleks perumahan dan kompleks pabrik yang...ehem...sepi dan jadi spooky*sebenernya sii dari awal udah spooky secara si Peow ada di sebelah gue, mukanya khan kayak kuburan gitu. Ampir nyasar akirnya gue lega banget ketika berhasil nemuin pintu masuk tol walaupun kita disambut dengan kemacetan yang maha panjang dan padat. Wah! Alamat ampe Jakarta subuh nih!


Ternyata tidak. Lalu lintas lebih lancar ketimbang berangkat tadi siang. Masih dengan lagu2 kebangsaan yang itu2 lagi, akirnya kita memutuskan makan seafood di Meruya ajah. Huehehehe...ini seafood lucu deh, sedia segala macam seafood*you name it*tapi juga sedia nasi uduk, ayam goreng, dan goreng2 laennya. Dah gitu, apapun yang elo pesen, pasti dapet lalapan*masa’ makan seafood pake lalapan*dan kobokan tangan*bukan kaki. Tips dari saia, makanlah pake sendok kalo nggak perlu2 banget pake tangan secara kobokan ala kadarnya aja. Trus bawa tisu basah buat bersihin tangan*gue ampe spesial beli tisu basah di Indomart deket situ*. Rasanya? Top lah! Untuk makan seafood enak, ke Meruya deh. Apalagi saos menteganya, cumi & kepiting. Sip! Baru sekali nemu saos mentega seperti yang gue angankan. Nasinya juga bisa pilih, nasi putih atau uduk. Semua akan dilayani dengan baik selama elo bayar. Cuman sabar ajah ya, kalo lagi peak hours suka lama. Kalo seafood emang lama, kalo pecel ayam & lelenya lebih cepet.


Kenyang. Pulang ke rumah. Tidur dengan posisi miring sesuai dengan kuping mana yang kemasukan air. Bisa melanjutkan liburan dengan tenang karena impian gue untuk ke waterpark udah kesampean. Terima kasih sudah menemani, Peow.


Pesan moral: kejar terus impian kamu karena suatu hari dengan niat, usaha dan ketulusan, bakal kesampean walaupun gerimis menghadang. Nggak usah khawatir karena Johnny Iskandar & YKK akan selalu menemani perjalananmu.

Kamis, 24 Juni 2010

Romantika Karpet, Raket dan Keengapan

15 Juni 2010


Okeh. Hari kedua libur ini rencananya akan gue isi dengan bermain badminton di sore hari bersama Coy2, Peow dan... Gogo. Yep! Akirnya setelah dirayu-rayu baek-baek sampe pemaksaan kehendak, akirnya Gogo mau juga maen badminton.


Keindahan rencana bermain sore ini berawal dari status FB Gogo yang ingin mengucapkan selamat berlibur kepada Gerombolan Siberat sekalian. Awalnya si Gogo abis nonton S&TC2 dan kepengen ke Abu Dhabi. Kebetulan si J mo umroh, nah, Gogo dengan briliannya bilang kita susul aja si J abis umroh ketemu di Abu Dhabi*oh...seandainya bisa, impian si miskin.


Eniwei, akirnya tiba2 si Gogo bilang pengen maen badminton. Sepertinya Gogo ketagihan pengen maen setelah hari terakir kemaren maen badminton dengan short dress dan stoking tanpa sepatu. Kereeeennn!

Dengan modal raket minjem, lumayan lah untuk pemula dengan stokingnya. Gogo sebenernya bisa memanfaatkan stokingnya tersebut untuk ngesat-ngesot. Sayangnya dia tidak memanfaatkannya saat itu*berpikir mungkin gerakan gue akan lebih luwes kalo pake stoking, sreeettt...sreeetttt...sreeetttt....


Okeh! Akirnya kita semua deal untuk maen badminton sore ini. Namun seperti biasa di kala kita butuh pemain banyak, apalagi pas liburan gini, si Jeung dengan cerdas mengatakan kalau ada terjemahan yang deadline-nya jatoh hari ini. Dang! Ya sudahlah*Jeung terakir kali terlihat di lapangan badminton – tepatnya di pinggir lapangan – tidur2an ganjel kepala pake tas punggung orang sambil BB-an – dan tiba-tiba dengan goibnya menghilang begitu saja.


Menjelang sore, gue dan Peow berangkat dari rumah dan sebenernya berharap-harap cemas. Yep! Sepanjang jalan kami tetap menjaga kontak dengan Coy2 yang sudah sejak pagi tadi di skolah untuk memastikan apakah lapangan bisa dipakai hari ini. Hal ini perlu dipastikan karena sejak minggu lalu, ketika anak-anak udah pada libur – lapangan dipakai oleh ISS untuk menjemur karpet. Holooohhhh!! Haruskan di lt. 8 gituh?


Coy2 pun berkoordinasi dengan Pak Jahari – sekuriti lt. 8 – dan terus mengabarkan situasi terbaru. Alhamdulillah, berkat doa seluruh rakyat Indonesia, kami bisa maen di lt. 8 dengan catatan; kami harus menggulung karpet yang masih terhampar indah di lt. 8 sendiri!*maksudnya kalo mo maen ya gulung sendiri karpetnya, gak ada ISS yang mau gulungin. Okelah..., cuman ngegulung ma sepele. Tapi muncul masalah baru...AC kagak nyala!


Begitu masuk ke hall lt. 8, terasalah hawa panas alih-alih angin sejuk seperti yang selama ini berlaku. Terlihat pula karpet abu-abu masih terhampar indah dengan pengering yang sebenernya justru kayak ngasi napas tambahan buat maen nanti. Tapi kalo ada angin, bulu kok-nya kemana-mana dong. Dilema.


Eniwei, akirnya para cowok menggulung karpet. Karena berat, akirnya gulung kapetnya cuman setengah. Payah nih. Tapi tidak mengurangi keasikan kami bermaen kok. Cuman ya gitu, karena karpetnya terlalu deket ama garis lapangan, suka mental kemana-mana*orangnya, bukan kok-nya lho!


Okeh. Ada bagusnya juga sii AC kagak nyala karena kita jadi cepat berkeringat. Bagus banget deh buat yang ada niatan ngecilin badan. Tapi...holooohhhh!!! ENGAP GILAK! Gue yang biasanya bisa maen 2-3 game tanpa istirahat, mau nggak mau harus ambil break karena tipisnya udara di dalem hall ketimbang di koridor (yang depan lift itu lho). Lucunya koridor di situ AC-nya nyala. Ngek. Akirnya tiap game abis, gue langsung ke koridor sambil keengapan, dan narik napas sebanyak-banyaknya di koridor. Ah, katrok banget nih.


Tak hanya itu, ketika guru-guru libur, air dispenser tidak tersedia di setiap lantai. Kebetulan indahnya adalah air tidak ada di hall. Maka itu, di tengah keengapan, air tiris seadaanya, gue mengais2 di botol minumnya si Peow tanpa perasaan. Maafkan saia, Peow, aku cinta kamu tapi aku tidak mau mati keengapan. Love you ah!


Permainan hari itu biasa ajah. Maen sama Mandor Bulu menang ama dua cowok kemampuan papan atas lah. Hihihi....tapi sisanya gue hanya bermain tidak baik dengan si Peow*kenapa sih kamu hari ini?*dan bersama Pak Ed*ini cinta mati saia di lapangan. Sisanya gue hanya selonjoran sampe supermen kayang di koridor karena gue keengapan! Pas nontonin orang yang maen di lapangan sii kayaknya napas gue udah normal tuh, tapi pas gue coba maen, baru jalan berapa lama langsung keengapan lagi. Kayak ikan kurang aer. Oh, jangan ampe gue mati dan nyampah di Simprug.


Kendati demikian, kami tetap pulang seperti biasa, jam 9 mlm. Karena gue dan Peow belum makan, maka kami memutuskan untuk membeli bebek Slamet dan makan di rumah secara si Bay2 sebenernya masih sakit hari ini dan cuman setengah hari masuk kantor.


Okeh. Hari ini kita maen dan rencananya kita juga akan maen kembali hari Jum’at. Tidak seperti hari Selasa, hari Jum’at diharapkan tidak ada lagi tragedi onta keengapan di hall karena akan banyak staff ME – yang punya wewenang penuh atas nyala atau tidaknya AC – yang juga bermain di hari Jum’at*sepertinnya gue masih kurang seduktif kepada Pak Ed (staff ME) secara hari ini dia maen juga. Payah ah.


Pesan moral: bermainlah selagi AC masih menyala sepuasnya karena harga mahal untuk sebuah kelangsingan adalah keengapan. Salam olahraga.