Rabu, 25 Juni 2014

Welcome to the Club

Tulisan ini akan saya persembahkan kepada seluruh ibu di dunia. Siapapun yang pernah mengandung, melahirkan, menyusui, membesarkan, mengasuh, mendidik, bagaimana pun caranya, you’re the greatest.
Setahun lebih berlalu ketika proses melahirkan yang luar biasa tiada taranya itu, minggu ini, saya menyaksikan adik semata wayang saya menghadapi hal yang sama. Prosesnya sedikit berbeda dengan yang saya alami waktu itu. Ketika saya diberikan kesempatan untuk bersalin secara normal, adik saya harus melalui proses c-section. Seperti kalian, saya pun mendengarkan banyak cerita tentang melahirkan c-section. Belum lagi kometar nyinyir orang seperti,

“ Wah kalo belum ngelahirin normal belum berasa melahirkan.”
“Wah enak dong sesar, nggak perlu ngerasain sakit pas kontraksi nunggu pembukaan.”

Ya semacam itulah.

Awalnya saya sudah mengingatkan bahwa prosesnya tidak menyakitkan seperti melahirkan normal, tetapi pemulihannya akan memakan waktu yang lama. Belum lagi kesempatan untuk IMD (Inisiasi Menyusui Dini) menjadi kecil. Tapi apa dikata, karena kelebihan berat badan, sempitnya jalan lahir, kecilnya panggul, maka dokter memutuskan untuk melakukan c-section.

Hari yang ditunggu itu pun datang. Adik saya memilih tanggal 23 Juni 2014 untuk melakukan proses c-section tersebut. Pagi buta dia sudah berada di rumah sakit untuk persiapan operasi. Jam 8 pagi, dia masuk ke ruang operasi.

Saya di rumah menanti kabar dari Mama. Tidak ada sejam setelah jam 8, Mama mengabarkan bahwa keponakan saya sudah lahir. Saya mengabarkan ke orang-orang terdekat dan langsung bersiap menuju RS. Begitu bahagianya, saya hampir lupa menanyakan kabar adik saya. Sesaat sebelum berangkat, saya mendapat kabar bahwa adik saya mengalami perdarahan yang cukup banyak diakibatkan varises di perut yang tidak terdeteksi sebelumnya. Proses tersebut sempat membuat dokter yang menangani khawatir. Untungnya, setelah 4 jam di ruang operasi, adik saya stabil dan bisa pindah ke ruang perawatan.

Saya tidak akan menceritakan detilnya tetapi perasaan kehilangan seandainya terjadi sesuatu pada adik saya lah yang ingin saya bagi. Saya pernah mengalami apa yang adik saya alami dengan proses yang berbeda. Bahwa menjadi ibu adalah bagian yang saya pilih untuk saya jalani. Tidak ada kata mudah dalam menjalaninya. Hanya yang benar-benar ikhlas yang bisa melewati proses tersebut sampai akhir khayat. Mengingat adik saya yang manja dan kadang masih seperti anak kecil, kini dia sudah menjadi ibu. Bagaimana jika dia tidak berhasil melewati proses tersebut?

Setelah proses tersebut terlewati, adik saya kembali ke kamar perawatan dengan kondisi lemah. Sedikit pusing, mual tidak mau makan, hingga nyeri. Dia sempat menceritakan proses yang terjadi di dalam karena bius lokal, jadi dia menyaksikan apa yang terjadi di dalam. Dia merasa mual, sesak napas,  dan kedinginan hingga tangannya gemetar. Karena sangat mual, akhirnya ia tidak melakukan IMD sesaat setelah melahirkan. Sorenya, dia masih kesulitan untuk bergerak atau sekedar menyusui anaknya karena masih diinfus dan dicateter (selang dimasukkan ke saluran kencing). Belum lagi angka HB-nya yang terus turun.

Lalu saya mengingat kembali proses melahirkan yang saya alami. Menahan sakit selama 6 jam sampai pembukaan komplit, mengejan sampai merasa putus asa karena merasa tidak ada perubahan, nyeri dijahit setelah melahirkan, hingga sempat pingsan di kamar mandi. Saya berpikir apa mungkin adik saya bisa menjalani semua itu?

Lalu saya kembali bertanya pada diri saya sendiri,

“Apa saya bisa menjalani apa yang adik saya alami sekarang?”

Bagaimana pun prosesnya, ibu adalah ibu. Titik.

Melihat sisi positif dari adik saya, dia tidak menyerah menyusui anaknya kendati sampai hari ke-3 ASI-nya belum keluar. Dukungan yang didapat dari keluarga jauh lebih positif dibandingkan saya dulu. Hal ini disebakan karena keluarga saya sudah lebih teredukasi dengan perkembangan perawatan bayi sekarang karena sudah melewati proses tersebut dengan saya & anak saya setahun lalu. Bahwa melihat perkembangan anak saya yang baik sampai bulan ke-16 membuktikan bahwa apa yang saya lakukan dulu sudah tepat. Adik saya pun menggunakan jasa dokter kandungan dan dokter anak yang sama dengan saya. Syukurnya lagi, keponakan saya pun sehat-sehat saja.

Setelah apa yang dialami adik saya, saya merasa bersyukur menjalani awal-awal mengasuh anak dan pertentangan dari orang tua karena tidak sepaham dengan saya: saya membuka jalan agar dia bisa lebih mudah menjalani proses tersebut.

Tulisan ini dimaksudkan untuk kita-kita juga para ibu muda. Kadang kita lupa bahwa apa yang kita katakan tentang cara apapun itu sebagai ibu adalah yang terbaik dan cara yang lainnya salah atau kurang tepat. Saya selalu bersedia memberikan masukan kepada siapapun yang bertanya dan semoga masukan saya meneduhkan, bukan malah membuat jadi khawatir atau menghakimi. Selebihnya, saya pilih diam karena itu bukan tanggung jawab saya. Ketika ragu, saya selalu merujuk kepada ahlinya.

Saya tidak menyarankan untuk terlalu fanatik terhadap satu pendekatan tertentu karena bisa saja pendekatan lain jauh lebih tepat. Saya pun selalu akhirnya berkompromi dengan apa yang saya percayai baik dan benar karena kondisi yang tidak memungkinkan.

Yang terpenting lagi adalah jangan menghakimi ibu lain. Itu saja.

Mau lahir normal, epidural, c-section, kasih ASI, sufor, pake sendok, pake botol dot, pake popok biasa, pake disposable diaper, makan sendiri, disuapin, disuapin sambil digendong, disuapin sambil dikejar-kejar, bobo sendiri, bobo bersama orang tua, saya rasa semua bisa dimaklumi dan tidak ada jalan yang lebih mudah karena semua ada resiko dan tantangannya sendiri. Semua kembali kepada kemampuan orang tua untuk belajar. Ada yang memang teredukasi dan ada yang belum. Hanya satu: jangan menghakimi. Itu saja.

Menurut saya, semakin cepat kita mengajarkan kemandirian, semakin ringan tugas kita sebagai orang tua ke depan. Itu saja kuncinya. Prakteknya berat sekali. Semua kembali kepada kemampuan masing-masing orang tua.

Selamat menjadi ibu, Dhini Dwi Mandiri. Selamat datang, Marsha Syafia Oktariano.
Welcome to the club. I’ll always be there.

Home
25 June 2014
5:35 p.m.




Jumat, 11 April 2014

Pengalaman bersama Garuda Indonesia menuju Perth

Saya selalau tertarik untuk mendatangi tempat baru. Menikmati suasananya, mengagumi ciptaan Tuhan, menambah pengalaman hidup dan suatu hari nanti saya bisa mengajak suami dan anak saya untuk merasakan hal yang sama.

Saya selalu iri dengan orang-orang yang bisa menikmati bepergian. Beberapa teman saya bahkan bepergian hampir setiap ada long weekend. Saya masih menyimpan cita-cita untuk mengunjungi pantai-pantai indah di dunia karena saya suka pantai. Tentu saja saya iri dengan Pandji saat dia punya kesempatan untuk berkeliling Indonesia saat tur stand-up comedy-nya. Apalagi sekarang dia punya kesempatan untuk tur ke beberapa negara, melakukan pekerjaan yang dia sukai dan didanai oleh maskapai penerbangan terbaik Indonesia, Garuda Indonesia.

Saya selalu berencana bepergian atau liburan setidaknya setahun sekali, dua kali kalau beruntung. Tapi mungkin ada baiknya bepergian atau berlibur secara spontan. Maksudnya nggak usah lah ditargetkan macam-macam. Hasilnya, saya berkesempatan untuk terbang ke benua lain dan hanya sebulan melakukan persiapan. Yang membuat saya semakin semangat adalah ketika saya hanya bepergian bersama sepupu saya yang masih SMP. Yep, ini adalah pertama kalinya saya ke luar negeri tanpa orang tua dan membawa sepupu di bawah umur yang menjadi tanggung jawab saya.

Perjalanan itu terjadi bulan Juli 2012, tahun di mana saya akhirnya hamil setelah 4 tahun menikah. Saya baru tahu kalau saya hamil sesudah saya memutuskan untuk bepergian. Harap-harap cemas kalau-kalau dokter tidak menginzinkan saya terbang padahal visa sudah di tangan. Tapi dokter akhirnya mengizinkan saya pergi. Walaupun cemas karena sedang pada trimester pertama di mana saya bisa mual dan pusing kapan saja. Gimana nanti kalo di pesawat malah memperburuk kondisi saya?

Perth, Australia adalah negara tujuan saya berlibur. Alasan mengapa saya memilih ke Perth adalah karena di sana ada tante saya yang tinggal di sana. Selain itu, saya ingin merasakan musim dingin di negara sub-tropis walaupun tidak bersalju. Karena terbatasnya dana, menginap di rumah saudara pasti akan menghemat ongkos tinggal hehehe.

Tadinya saya ingin menggunakan maskapai lain namun akhirnya saya memutuskan untuk menggunakan maskapai Garuda Indonesia. Ada beberapa alasan mengapa saya memilih Garuda Indonesia. Pertama, karena saya bisa berangkat di pagi hari (sedangkan maskapai lain tidak mempunyai pilihan tersebut saat itu). Saya suka berangkat pagi supaya saya lebih punya banyak waktu di tempat tujuan dan orang yang akan menjemput saya tidak akan kerepotan menjemput (kalau-kalau saya naik pesawat dengan jadwal mendarat di tengah malam atau pagi buta). Kedua, saya tahu bahwa harga tiket yang saya bayar sudah termasuk bagasi dan makan siang. Saya selalu senang dengan makanan yang disajikan Garuda Indonesia. Pilihannya beragam dan tidak pernah sama setiap kali saya terbang. Karena saya sempat transit di Bali, jadi saya dapat 4 kali makan di pesawat PP. Ketiga, di dalam pesawat disediakan fasilitas televisi dan pilihan acara atau film yang bisa ditonton. Tak hanya film tetapi juga pilihan musik. Jadi perjalanan selama lebih dari 5 jam tidak terlalu terasa.

Sesampainya di Perth, saya disuguhi suhu yang cukup dingin. Karena baru pertama kali datang di musim dingin, begitu menginjakkan kaki di bandara saya pikir, “Ah, segini mah nggak dingin lah.” Tapi begitu keluar dari bandara, BRRRR!!!! Tau rasanya kayak apa? Kayak ada AC di luar ruangan! Kalau tidak salah, suhu saat itu sekitar 23-25 derajat. Buat yang sudah terbiasa mungkin tidak masalah, tapi buat saya yaa dingin banget!

Begitu keluar dari bandara, saya terkesan dengan betapa rapinya kota Perth ditata. Rumah-rumah, fasilitas umum, trotoar, toko-toko. Yang selalu saya suka selepasnya dari Jakarta adalah jelas tempat lain yang  tidak semacet Jakarta. Sama halnya dengan Perth, saya tidak menemukan kemacetan sekali pun.  

Bepergian melihat tempat lain membuka mata saya untuk menjadi lebih baik. Jakarta terhitung kota yang modern dibandingkan kota-kota di Indonesia lainnya. Tetapi jelas jauh tertinggal dari kota-kota di negara lain. Contoh gampangnya saja masalah memfasilitasi masyarakat difabel. Salah satu bit Pandji di Mesakke Bangsaku adalah bahwa pemerintah kita belum memfasilitasi masyarakat difabel. Hampir tidak mungkin masyarakat difabel di Indonesia bisa bepergian secara independen karena fasilitas publik tidak mendukung. Di Perth, fasilitas publik mendukung masyarakat difabelnya untuk bisa bepergian secara mandiri mulai dari trotoar yang luas, tempat khusus di kereta sampai lift khusus di pertokoan.

Belum lagi keterbukaan mereka terhadap kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual & Transgender). Saya baru tahu kalau di sebuah bar atau tempat dengan tanda pelangi itu artinya adalah bar khusus kaum LGBT. Saya mengetahui setelah saya mengunjungi Perth. Saya bisa bayangkan apa yang akan terjadi kalau tanda pelangi tersebut di pasang di luar restoran di Indonesia.

Layanan kereta listriknya pun juga mempermudah saya bepergian ke beberapa titik di Australia Barat. Beberapa tempat yang saya kunjungi seperti Fremantle dan Mandurah cukup di tempuh hanya dalam 1 jam. Tak hanya dengan kereta listrik, kita juga bisa naik kapal pesiar sambil makan menuju Fremantle. Hanya dengan membayar $25, kita bisa menikmati pemandangan sekitar Perth selama 45 menit. Sesampai di Fremantle, jangan lupa untuk mencicipi fish and chip di pinggir laut. Banyak restoran yang menjual fish and chip serta hidangan laut lainnya. Porsi makanan di sana cukup besar, jadi yang terbiasa makan dengan porsi berdua bisa sharing.  

Fremantle adalah kota di pinggir pantai. Udaranya akan lebih dingin dibandingkan Perth yang di tengah kota saat musim dingin. Jadi bawalah pakaian tebal sebanyak mungkin. Selain makanan lautnya, Fremantle juga melestarikan bangunan-bangunan tuanya. Sekalipun tua tetapi tidak terlihat usang. Saya juga berkesempatan untuk mendatangi pasarnya yang di dalam ruang, ber-AC dan bersih. Mereka menjual makanan, pakaian, suvenir. Berbelanjalah buah-buahan di sana. Selain buahnya segar dan besar-besar, juga manis dan cukup murah.

Saya juga menyempatkan diri untuk mengungjungi Perth Zoo. Lagi-lagi saya terkesan dengan transportasi umumnya. Dari tempat saya tinggal di Riversdale, saya berjalan kaki menuju stasiun Burswood. Dari sana saya turun di City (tengah kota Perth) dan meneruskan perjalanan dengan bus menuju pelabuhan kapal ferry. Menyeberangi sungai, akhirnya saya sampai ke seberang di mana Perth Zoo terletak.

Sesampainya di kebun binatang, saya perlu membayar $22,50 di hari kerja. Koleksi binatangnya pun cukup beragam. Saya tidak sempat memutari keseluruhan tempat karena sudah sore akhirnya saya hanya mengunjungi tempat binatang khas Australia seperti kangguru dan koala. Kangguru di sana dilepaskan begitu saja, kadang si kangguru berdiri di jalan setapak. Saya juga sempat mengunjungi kolam berisi pelikan.

Selain itu saya juga sempat mengunjungi Mandurah. Salah satu area yang dapat ditempuh 1 jam dengan kereta listrik dari Perth. Di sana saya sempat mencicipi es krim seharga $ 4.5 lengkap dengan sprinkle-nya. Satu hal yang ada di benak saya saat itu, “Kenapa nggak nambah soalnya enak banget!” Hehehehe.

Buat yang suka belanja, ada mal Belmont Forum di Perth yang bisa dicapai dengan bus. Ada hypermart yang menjual bermacam-macam coklat dengan beragam ukuran. Juga toko pakaian Supre yang menjual pakaian jadi dengan harga yang cukup terjangkau. Selain itu juga bisa ke pusat pertokoan City, di mana banyak toko yang dibuka. Jangan lupa mampir ke toko suvenirnya untuk oleh-oleh. Mampirlah juga ke toko yang menjual boot musim dingin yang hangat jika dipakai. Salah satu merk yang terkenal di sana adalah UGGS.

Perth adalah kota yang bersih dan indah. Ingin sekali kota tempat saya tinggal juga serapi dan sebersih itu. Ini mimpi tetapi saya rasa masyarakat Indonesia berhak mendapatkan kualitas hidup yang lebih layak. Mudah-mudahan saja, kalau bukan saya yang menikmati, maka anak cucu saya yang akan menikmati Indonesia yang lebih baik. 

Mengikuti perjalanan karir Pandji seperti memberikan harapan bahwa tidak hanya saya sendiri saja yang punya mimpi yang tinggi. Bahwa jika kita konsisten dan bekerja keras, bukan tidak mungkin mimpi menjadi kenyataan. Banyak pula bit-bit Pandji di Mesakke Bangsaku yang mengelitik saya. Ingin rasanya lari ke panggung dan tos-an sama Pandji karena banyak hal yang selama ini ada di benak saya namun tidak saya sampaikan karena takut dibilang idealis, disampaikan Pandji dengan cara terbaik: lucu. Belum lagi ketika Pandji mengungkit soal pendidikan di Indonesia, saya langsung tertegun dan merefleksi diri, "Did I do that to my students?" Shoot. Terima kasih sudah mengingatkan saya untuk menjadi guru yang lebih baik. Saat closing speech, saya terharu. Saya tahu persis perjuangannya untuk bisa sampai di sana. Tidak mudah tetapi bukan berarti tidak mungkin. 

Perjalanan ke Perth adalah salah satu perjalanan favorit saya. Dengan Garuda Indonesia sebagai maskapainya, saya merasa aman bepergian serta terhibur dengan pilihan makanan dan hiburannya. Semoga saya diberikan kesempatan untuk terbang lagi bersama Garuda Indonesia melihat tempat-tempat indah lainnya.









Perfect Way to Close 2013

*telah diterbitkan di blog http://7items.wordpress.com/2013/12/

Sabtu kemarin (21/12/2013) gue nonton stand-up special show-nya Pandji Pragiwaksono. Entah sejak kapan gue nge-fans sama Pandji tapi gue udah tau dia sejak “Kena Deh” dan saat itu gue tau dia Pandji. Gue juga pernah liat dia nge-rap di panggungnya Glenn Fredly tahun 2008. Hmm…, karena gue nggak suka rap, jadi nggak ada yang berkesan saat itu.

Jadi kenapa gue nge-fans sama dia? Sederhana. Dia lucu. He’s my favorite comic. Dibandingkan dengan yang lain, materinya cukup berat. Lucunya, banyak yang ada di kepala gue ternyata sama dengan bit-bitnya dia. Seberapa sering sih kita kenal seseorang yang punya pemikiran yang sama tentang masalah-masalah yang remeh sampe sosial politik yang berat.

Waktu masih sekolah/ kuliah, gue selalu ngoceh tentang idelogi dan idealisme gue. Mulai dari gimana seharusnya orang menyikapi jatuh cinta sampe patah hati, lalu juga tentang bagaimana seharusnya orang bersikap. Coba dilihat penekanan pada kata ‘seharusnya’. Ideal. Sedangkan nggak ada di dunia ini yang ideal. Akibatnya, banyak yang mungkin berpikir gue ini nggak ‘ramah’ karena setiap kali dicurhatin, alih-alih mendengarkan, gue mencoba untuk memperbaiki. Yah kadang khan nggak semua yang dicurhatin pengen dibenerin, kadang hanya ingin didengerin. Tapi biasanya akhirnya yang dateng ke gue adalah orang-orang yang mencari solusi, bukan yang hanya sekedar mengeluh. Alhasil, nggak banyak ya, Sob, yang dateng ke gue lagi. Mihihihi.

Di situ gue menyadari bahwa gue harusnya lebih berempati dengan orang-orang yang datang ke gue. Menempatkan posisi gue di orang tersebut. Cuman emang ngeselin sih kalo udah dikasih saran tapi akhirnya jadi mentah karena orang tersebut hanya melihat dari segi negatifnya aja. Padahal dicoba aja belum.

Sama saja seperti ketika gue sampai di titik ini. Apakah gue tidak berjuang? Kalo misalnya kata ‘berjuang’ diartikan dengan kerja keras matin-matian, sebenernya kurang tepat. Perjuangan buat gue adalah berusaha dan berikhtiar. Menjalani setulus hati karena Allah karena gue percaya bahwa apa yang gue kerjakan hari ini akan menjadi awal dari buah yang gue petik di masa depan. Mungkin nggak langsung keliatan, nah di sinilah gue perlu satu hal lagi: kesabaran.

Balik lagi ke Pandji, banyak banget ide dan pendapatnya yang sejalan dengan gue. Akhirnya ada yang peduli dengan apa yang gue anggap penting dan dia menyampaikannya dengan cara yang paling gue sukai: lucu. Gue suka dengan cara dia menyampaikan keresahan hatinya tentang hal-hal di sekeliling kita. Gue akan menulis review dari special show-nya dia di blog terpisah.

Sebenernya ini bukan pertama kali gue nonton Pandji secara langsung, tapi ada beberapa hal yang ingin gue bagi ke kalian untuk show-nya yang satu ini: akhirnya gue foto barang sama dia! Mungkin kalian udah liat fotonya di akun Twitter atau FB gue. Kalo kalian masih inget serial twit gue di jaman baheula tentang fans (ditemukan beberapa serpihannya dengan hash tag #fans tanggal 1 Juli 2011), maka gue ini adalah fans yang mengidolakan seseorang tapi kalo ketemu bakal ngabur, malu kalau ketauan nge-fans banget, padahal kalo dipikir-pikir emang kenapa ya kalo ketauan nge-fans.

Di special show pertama & kedua gue langsung cabut setelah acara selesai. Lagian saat itu gue nggak berani juga foto ama dia. Lalu apa yang membuat gue meniatkan foto bareng Pandji tahun ini? Karena tahun depan dia nggak akan ngadain special show tapi tur rap-nya bersama istrinya. Jadi ini adalah kesempatan gue untuk foto sama dia kalau gue nggak mau menunggu 2 tahun ke depan untuk dapet kesempatan itu.

Beda dari yang lain, Pandji selalu menyempatkan dirinya untuk foto bareng sama fans-nya, sampai antriannya selesai. Dia juga termasuk orang yang mau merespon twitter pengikutnya kalau ada yan mau ditanya. Salah satunya ketika gue complain soal DVD yang gue beli dari dia. Nggak hanya cepat merespon, tetapi dia juga minta maaf karena DVDnya putus-putus. Setelah gue coba di player yang lain, ternyata DVDnya baik-baik saja. Gue kabarin dia lagi dan lagi-lagi dia merespon dengan cepat.

Pernah juga gue ngetwit tentang betapa excited gue karena bakal nonton special show-nya dia untuk yang ketiga kalinya setelah tiket gue sudah dikonfirmasi. Lalu dia bales twit gue dan nanya kapan aja? Gue bilang gue nonton semua special show-nya & dia bales,
                “Waaaa, makasiiiii.”
Gue tidak pernah sedekat ini dengan orang yang gue idolakan. Gue pernah sekali ketemu Liliyana Natsir tapi – lagi-lagi – nggak berani foto. Sibuk banget tampaknya dia.
Jadi akhirnya gue beranikan untuk foto bareng Pandji setelah beberapa kali melewatkan kesempatan (termasuk pas dia lagi stand-up di Binus Anggrek). Setelah nggak lama ngantri, ditemani laki gue, akhirnya gue bertemu langsung dengan Pandji dan salaman sama dia. You won’t believe what he said to me:

                “Akhirnya ketemu juga, di Twitter foto lu kecil banget.”

Wooooooooo!! Dia inget gue!!! Gue Cuma bisa cengengesan dan speechless! Aselik nggak bisa ngomong apa-apa. Ya biasalah ya gue, kalo emosi sudah mengalahkan logika, paling hanya bisa planga-plongo doang. Bahkan setelah foto, dia salaman lagi sama gue dan nggak sepatah kata pun yang bisa gue ucapin. Apa kek, selamet kek, congrats kek, yang di otak gue cuman good luck, eh tapi gue pikir khan acaranya dah beres, good luck apaan? Ya bisa aja sih buat karir-karir ke depan yak. Eniwei…

Jadi, siapa sangka dia inget gue? That night was so special. Very special. Siapa sangka, Maaakk! Harus gue akui pula bahwa pencapaiannya luar biasa malam itu. Setelah 3x special show, show ketiganya ini adalah yang terbaik. You should watch his DVD later.

Luar biasa baiknya Allah sama gue di tahun 2013 ini dan dengan cantiknya ditutup pula dengan sangat luar biasa. Hanya bisa menundukkan kepala sambil bersyukur atas segalanya. Semoga tahun 2014 lebih baik lagi.

Amin.

arinariane. home. 09:15 p.m.