Okay,
finally I make time to write about what happened in All England 2012 final as
my promise. And the only reason why I write this is because I want to make this
moment memorable. Where should I start? Hmm…, sebenarnya gue lebih pengen
menceritakan dari apa yang gue rasakan ketimbang pertandingan itu sendiri.
Sebelum sampai ke pertandingan itu sendiri, gue termasuk orang yang enggan
nonton pertandingan badminton. Yep. I was too damn scared! Itu sebabnya kenapa
gue tidak mengikuti perkembangan badminton Indonesia selama 10 tahun terakhir.
Lalu kenapa gue berhenti? Yep, berhenti, karena sebelumnya gue mengukuti setiap
sepak terjang atlet badminton Indonesia selama lebih dari 5 tahun sejak
1996-2002. Alasannya? Bisa baca post gue sebelumnya “’Till then, Hang Tough.”
Tapi
harus gue akui, ada harapan besar pada final All England 2012. Besar karena
lawan yang harus dihadapi pasangan Indonesia, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir [4]
adalah lawan yang bisa ditaklukkan: Thomas Laybourne/Kamila Rytter Juhl [8]
dari Denmark. They beat them once, but also lost against them once. Apalagi
mengetahui kenyataan bahwa 2 pasangan terkuat China sudah kalah sebelumnya.
Harapan besar yang membebani pundak Ahmad/Natsir pasti dirasain sama seluruh
pendukung mereka di tanah air & yang menonton di Birmingham. Terlebih gue
tidak bisa menyaksikan sepak terjang perjalanan mereka sampai akhirnya ke final
karena tidak ada yang menayangkan di TV, sehingga gue nggak bisa mengukur
kekuatan mereka. Justru gue menonton Laybourne/Juhl di semifinal. Mereka dengan
cemerlang mengalahkan Xu/Ma [2]. Sedangkan lawan Ahmad/Natsir di semifinal
mengalahkan Adcock/Bankier [unseeded] yang mengalahkan Zhang/Zhao [1]. Well,
karena tidak bisa mengukur kekuatan Ahmad/Natsir tapi mengingat rekor H2H-nya
juga seimbang, bikin gue teggang seteggang nunggu sidang tesis. Seriously! I
was so freakin’ nervous!
Sempet
kepikiran nggak pengen nonton dan milih untuk nunggu hasilnya di Twitter atau
internet, but I have to. I have to witnessed this! Seperti gue menyaksikan
perjuangan Hendrawan mengalahkan Yong Hock Kin di Piala Thomas 2000, seperti
gue menyaksikan Chandra/Tony di Olimpiade 2000, seperti gue menyaksikan
Ricky/Rexy di Olimpiade 1996, seperti gue menyaksikan Ahmad/Natsir di Sea Games
Jakarta 2011. Gue harus menyaksikan secara langsung Ahmad/Natsir menggoreskan
sejarah dengan tinta emas. Akhirnya, gue kuatkan diri gue dan berani menonton.
Poin demi poin.
Ahmad/Natsir lebih siap menjadi juara All England 2012 |
Di
awal, poin ketat terjadi karena sepertinya kedua pasangan gugup memulai
pertandingan. Gimana enggak? Buat Laybourne/Juhl sendiri, ini adalah kesempatan
yang langka hingga bisa sampai ke final. Mereka kalah di final 7 tahun yang
lalu dan tahun ini adalah kesempatan mereka untuk meraih gelar tersebut.
Sedangkan Natsir? Wew! Ini adalah final ketiganya di All England. Sebelumnya
Natsir pernah sampai ke final dua kali bersama Nova Widianto dan gagal. Tentu
kesempatan langka ini akan menjadi motivasi sekaligus beban bagi Ahmad/Natsir.
So, pertandingan final antara Ahmad/Natsir dan Laybourne/Juhl lebih
memperlihatkan pasangan mana yang lebih siap menjadi juara ketimbang
membuktikan siapa yang lebih hebat dari segi teknik. Karena dari segi teknik,
mereka berdua berada di kelas yang sama.
Fokus pada poin demi poin, bukan pada kemenangan itu sendiri |
Beberapa
kali smes Ahmad menyangkut di net. Namun sering juga bola-bola Juhl tak sampai
diseberangkan karena membentur net. Unforced error juga sering dilakukan
pasangan Denmark. Servis Laybourne/Juhl beberapa kali tidak sampai. Bahkan
Ahmad/Natsir menutup game 1 karena Juhl gagal menyeberangkan bola saat servis. Well,
yang jelas, permainan pasangan Denmark pada saat bertemu Xu/Ma tidak keluar
pada saat melawan Ahmad/Natsir. Mereka seperti frustasi menghadapi pasangan
Ahmad/Natsir dan gak bisa berbuat banyak. Ahmad/Natsir juga terlihat bermain
kurang lepas dan sangat berhati-hati. Untungnya,
Ahmad/Natsir lebih dulu keluar dari ketegangan dan meraih poin demi poin, dari
hasil keringat sendiri hingga kesalahan lawan. Pengamatan akurat juga
diperlihatkan Ahmad/Natsir. Beberapa kali mereka melepas bola yang memang
keluar, terutama saat poin kritis di game 2. Ada beberapa trik yang dilakukan
Ahmad/Natsir untuk menggangu ritme dan konsentrasi pemain Denmark antara lain
meminta water break beberapa kali hingga menyeka keringat tepat di saat pemain
Demnark siap melakukan servis. Bahkan Ahmad sempat ditegur wasit saat melakukan
hal tersebut. Well, kurang etis, tapi strategi seperti itu sah-sah aja.
Lalu
pada posisi kritis 20-19, smes Ahmad menyebabkan pengembalian pasangan Denmark menjadi
sasaran empuk di depan net yang langsung dieksekusi tanpa ampun oleh Natsir. Saat
itulah, akhirnya penantian 9 tahun bangsa Indonesia berakhir! I have to say, we
deserved All England title this year!
Penantian paceklik gelar All England selama 9 tahun berakhir di sini |
Harus
gue akui, ada sedikit faktor keberuntungan ketika 2 pasangan terkuat China
dikalahkan sampai akhirnya tidak bertemu Ahmad/Natsir. Tapi perjalanan
Ahmad/Natsir sendiri tidak bisa dibilang mudah. Di babak pertama, mereka harus
menundukkan pasangan Malaysia dalam 3 game. Di babak berikutnya mereka harus
berhadapan dengan pasangan China lainnya walaupun bukan unggulan. Tak hanya
itu, mereka harus berhadapan dengan pasangan England, Robertson/Wallwork dalam
3 game. Terakhir, mereka harus menundukkan pasangan Malaysia lainnya dengan poin
ketat 27-25, 21-16 di semifinal.
Ketika
gue menulis ini, gue menyaksikan kembali video pertandingan mereka, so, I have
to say that they won because they prepared well and executed it well! Nggak hanya
itu, mereka juga menjadi juara karena mental mereka lebih siap dibandingkan
lawan-lawan mereka. Jadi, faktor keberuntungan yang gue ungkit sebelumnya itu
nggak akan menjadi faktor pendukung kemenangan mereka tetapi hanya akan menjadi
sesuatu yang mubazir karena ketidaksiapan fisik & mental.
Selama
pertandingan berlangsung, gue kayak orang gila kesurupan, teriak-teriak
sendirian di kamar! Teriakan seperti “Come on, Indonesia!”, “Ayooooo!!!”, “Abisiiiiinnnnn!!!!”,
hingga “Woooohhhoooooooo!!!!!!!!!” sepertinya bisa bikin orang sekitar mikir
gue mo disembelih! Belon lagi gebrakan-gebrakan ke kepala kasur yang super
berisik! Entah kapan terakhir kali gue rela berteriak semaksimal itu sampe
akhirnya suara gue serak sehabis pertandingan. Belum lagi ekspresi diem teggang
melukin guling saat poin kritis, pengen muntah rasanya. Pas menang, tangan gue
tepuk tangan sampe sakit, bahu gue ampe kejang ngepalin tangan ke atas
berkali-kali. I didn’t care because I was so proud of them!
Foto ini fenomenal banget! |
Penantian 33 tahun bagi gelar ganda campuran ndonesia akhirnya usai :) |
Congratulation,
Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir of Indonesia as All England 2012 Mixed Double Champion! Sure you
win today because of hard work, great strategies, great execution and winning
attitudes! Proud Indonesian!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar