Tulisan ini akan saya
persembahkan kepada seluruh ibu di dunia. Siapapun yang pernah mengandung,
melahirkan, menyusui, membesarkan, mengasuh, mendidik, bagaimana pun caranya, you’re
the greatest.
Setahun lebih berlalu ketika
proses melahirkan yang luar biasa tiada taranya itu, minggu ini, saya
menyaksikan adik semata wayang saya menghadapi hal yang sama. Prosesnya sedikit
berbeda dengan yang saya alami waktu itu. Ketika saya diberikan kesempatan
untuk bersalin secara normal, adik saya harus melalui proses c-section. Seperti
kalian, saya pun mendengarkan banyak cerita tentang melahirkan c-section. Belum
lagi kometar nyinyir orang seperti,
“ Wah kalo belum
ngelahirin normal belum berasa melahirkan.”
“Wah enak dong
sesar, nggak perlu ngerasain sakit pas kontraksi nunggu pembukaan.”
Ya semacam
itulah.
Awalnya saya sudah mengingatkan
bahwa prosesnya tidak menyakitkan seperti melahirkan normal, tetapi
pemulihannya akan memakan waktu yang lama. Belum lagi kesempatan untuk IMD
(Inisiasi Menyusui Dini) menjadi kecil. Tapi apa dikata, karena kelebihan berat
badan, sempitnya jalan lahir, kecilnya panggul, maka dokter memutuskan untuk
melakukan c-section.
Hari yang ditunggu itu pun
datang. Adik saya memilih tanggal 23 Juni 2014 untuk melakukan proses c-section
tersebut. Pagi buta dia sudah berada di rumah sakit untuk persiapan operasi.
Jam 8 pagi, dia masuk ke ruang operasi.
Saya di rumah menanti kabar dari
Mama. Tidak ada sejam setelah jam 8, Mama mengabarkan bahwa keponakan saya
sudah lahir. Saya mengabarkan ke orang-orang terdekat dan langsung bersiap
menuju RS. Begitu bahagianya, saya hampir lupa menanyakan kabar adik saya.
Sesaat sebelum berangkat, saya mendapat kabar bahwa adik saya mengalami
perdarahan yang cukup banyak diakibatkan varises di perut yang tidak terdeteksi
sebelumnya. Proses tersebut sempat membuat dokter yang menangani khawatir.
Untungnya, setelah 4 jam di ruang operasi, adik saya stabil dan bisa pindah ke
ruang perawatan.
Saya tidak akan menceritakan
detilnya tetapi perasaan kehilangan seandainya terjadi sesuatu pada adik saya
lah yang ingin saya bagi. Saya pernah mengalami apa yang adik saya alami dengan
proses yang berbeda. Bahwa menjadi ibu adalah bagian yang saya pilih untuk saya
jalani. Tidak ada kata mudah dalam menjalaninya. Hanya yang benar-benar ikhlas
yang bisa melewati proses tersebut sampai akhir khayat. Mengingat adik saya
yang manja dan kadang masih seperti anak kecil, kini dia sudah menjadi ibu. Bagaimana
jika dia tidak berhasil melewati proses tersebut?
Setelah proses tersebut
terlewati, adik saya kembali ke kamar perawatan dengan kondisi lemah. Sedikit
pusing, mual tidak mau makan, hingga nyeri. Dia sempat menceritakan proses yang
terjadi di dalam karena bius lokal, jadi dia menyaksikan apa yang terjadi di
dalam. Dia merasa mual, sesak napas, dan
kedinginan hingga tangannya gemetar. Karena sangat mual, akhirnya ia tidak
melakukan IMD sesaat setelah melahirkan. Sorenya, dia masih kesulitan untuk bergerak
atau sekedar menyusui anaknya karena masih diinfus dan dicateter (selang
dimasukkan ke saluran kencing). Belum lagi angka HB-nya yang terus turun.
Lalu saya mengingat kembali proses
melahirkan yang saya alami. Menahan sakit selama 6 jam sampai pembukaan
komplit, mengejan sampai merasa putus asa karena merasa tidak ada perubahan,
nyeri dijahit setelah melahirkan, hingga sempat pingsan di kamar mandi. Saya berpikir
apa mungkin adik saya bisa menjalani semua itu?
Lalu saya kembali bertanya pada
diri saya sendiri,
“Apa saya bisa
menjalani apa yang adik saya alami sekarang?”
Bagaimana pun prosesnya, ibu
adalah ibu. Titik.
Melihat sisi positif dari adik
saya, dia tidak menyerah menyusui anaknya kendati sampai hari ke-3 ASI-nya
belum keluar. Dukungan yang didapat dari keluarga jauh lebih positif
dibandingkan saya dulu. Hal ini disebakan karena keluarga saya sudah lebih
teredukasi dengan perkembangan perawatan bayi sekarang karena sudah melewati
proses tersebut dengan saya & anak saya setahun lalu. Bahwa melihat
perkembangan anak saya yang baik sampai bulan ke-16 membuktikan bahwa apa yang
saya lakukan dulu sudah tepat. Adik saya pun menggunakan jasa dokter kandungan
dan dokter anak yang sama dengan saya. Syukurnya lagi, keponakan saya pun
sehat-sehat saja.
Setelah apa yang dialami adik
saya, saya merasa bersyukur menjalani awal-awal mengasuh anak dan pertentangan
dari orang tua karena tidak sepaham dengan saya: saya membuka jalan agar dia
bisa lebih mudah menjalani proses tersebut.
Tulisan ini dimaksudkan untuk
kita-kita juga para ibu muda. Kadang kita lupa bahwa apa yang kita katakan
tentang cara apapun itu sebagai ibu adalah yang terbaik dan cara yang lainnya
salah atau kurang tepat. Saya selalu bersedia memberikan masukan kepada
siapapun yang bertanya dan semoga masukan saya meneduhkan, bukan malah membuat
jadi khawatir atau menghakimi. Selebihnya, saya pilih diam karena itu bukan
tanggung jawab saya. Ketika ragu, saya selalu merujuk kepada ahlinya.
Saya tidak menyarankan untuk terlalu
fanatik terhadap satu pendekatan tertentu karena bisa saja pendekatan lain jauh
lebih tepat. Saya pun selalu akhirnya berkompromi dengan apa yang saya percayai
baik dan benar karena kondisi yang tidak memungkinkan.
Yang terpenting lagi adalah
jangan menghakimi ibu lain. Itu saja.
Mau lahir normal, epidural, c-section,
kasih ASI, sufor, pake sendok, pake botol dot, pake popok biasa, pake disposable
diaper, makan sendiri, disuapin, disuapin sambil digendong, disuapin sambil
dikejar-kejar, bobo sendiri, bobo bersama orang tua, saya rasa semua bisa
dimaklumi dan tidak ada jalan yang lebih mudah karena semua ada resiko dan
tantangannya sendiri. Semua kembali kepada kemampuan orang tua untuk belajar. Ada
yang memang teredukasi dan ada yang belum. Hanya satu: jangan menghakimi. Itu saja.
Menurut saya, semakin cepat kita
mengajarkan kemandirian, semakin ringan tugas kita sebagai orang tua ke depan. Itu
saja kuncinya. Prakteknya berat sekali. Semua kembali kepada kemampuan
masing-masing orang tua.
Selamat menjadi ibu, Dhini Dwi
Mandiri. Selamat datang, Marsha Syafia Oktariano.
Welcome to the club. I’ll always
be there.
Home
25 June 2014
5:35 p.m.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar