Best Shopping Spot & Best Scenery
Okey, di hari ketiga kami
memutuskan untuk pergi ke arah yang berlawan dari hari kedua. Sukowati (Gianyar) dan
Ubud. Seumur-umur ke Bali, gue belum pernah ke Ubud. Kata Gogo, Ubud itu asri
dan sejuk. Rencananya juga kami pengen ke Museum Antonio Blanco, tapi nggak
jadi karena akhirnya setelah makan siang, kami ke Tegallalang (daerah
persawahan sengkedan).
Setiap pagi, kami berencana untuk
berangkat sepagi mungkin, tetapi apa daya, kami terserang jet lag. Jangan
sembarangan, biar cuman beda 1 jam, tapi berasa banget karena mo bangun jam 7
pagi pun rasanya susah karena itu artinya body clock gue menanggap masih jam 6.
Karena bangun yang selalu ‘kesiangan’, akhirnya kami sampe di tempat tujuan pun
kesiangan. Sepeti pas sarapan, kenapa kok rasanya gue udah bangun sepagi
mungkin, sampe di tempat udah jam 9 lewat. Matahari udah tinggi banget dan
kegiatan penduduk udah rame. Kami berencana sarapan di café Bamboo di Jl.
Poppies Lane, Kuta. Gue acungin jempol buat usahanya nyamain sarapan hotel. Ada American
Breakfast (telur, buah, roti, selai, kopi/teh) seharga 18 ribu. Harganya
terkesan murah, apalagi dibandingin sama resto lain sekitarnya, tapi kalo
dipikir-pikir mahal juga ya.
American Breakfast at Bamboo Cafe, Poppies Lane 1, Kuta |
Setelah sarapan, kami bergegas ke
Sukowati, Gianyar. Ternyata jalan ke Sukowati nggak segampang jalan ke Uluwatu kemarin. Musti
ngelewatin kota Denpasar yang banyak belokannya tentunya dan lebih rame
dibandingin Uluwatu. Mengikuti navigasi foursquare ternyata cukup menantang
karena banyak banget arah yang ditujukan ke jalan-jalan kecil (jalan tikus
tepatnya) karena memang rata-rata jalanan di Bali itu sempit. Bener-bener ndeso
banget jalanan ke sana. Bahkan Sukowati yang terkenal itu pun adalah desa
kecil. Eniwei, sempet beberapa kali harus muter balik karena belokan yang
kelewatan, akhirnya kami sampe juga di Sukowati. Tujuannya jelas cuman satu:
belanja.
Tak dinyana, yang namanya cewek,
udah niat pengen nggak belanja, akhirnya belanja juga. Lumayan banyak lagi.
Kebiasaan orang Indonesia yang tentu saja dimanfaatkan negara-negara lain macem
Singapura atau Malaysia, mereka tau kalo orang Indonesia suka belanja dan
ngasih oleh-oleh. Tradisi ngasih oleh-oleh ini sebenernya dateng dari mana ya?
Sejak kecil gue selalu diajarkan untuk memberi, iya, betul memberi itu baik
kalo emang ada duitnya, lah, kalo nggak ada, gue sering berakhir dengan
menghabiskan uang cuman buat orang lain. Sampe rumah, gue mikir, ini kok nggak
ada sisanya buat gue sendiri sih? Bahkan nyokap gue bilang, “Kamu jangan gitu
dong, nanti kalo orang lain jalan-jalan, kamu pasti dibales dikasih oleh-oleh
juga.” Lagi-lagi, ini tradisi yang gue kembalikan ke opini masing-masing. Oh,
yep, kuping gue dah cukup panas lah denger komentar orang yang nanyain, “Mana
oleh-olehnya?” setiap mereka tau gue abis jalan dari mana atau liburan ke mana.
Sebaiknya gue berpegang teguh dengan prinsip bahwa gue liburan atau jalan buat
nyenengin diri sendiri. Nggak ada kewajiban dari siapa pun untuk gue ngasih
oleh-oleh ke orang. Masalah gue nggak dikasih oleh-oleh, silahkan aja. Apa
gunanya ngasih oleh-oleh kalo terpaksa? Tapi biasanya gue tetep ngasih
oleh-oleh ke orang rumah (terutama pembantu dan supir) karena oleh-oleh
sederhana gue akan sangat dihargai mereka.
Di Sukowati gue menemukan
beberapa items yang akan gue beli lagi kalau gue kembali ke Bali: hunting tie
dye shirt (sudah pasti!) dan… daster. Tie dye shirt ini udah jadi atasan
favorit gue sejak tahun lalu. Biasanya gue padanin sama jins, celana pendek,
atau celana jasmine. Koleksi gue lumayan banyak, tie dye favorit gue jelas yang
komposisinya berwarna cerah. Nggak hanya sekedar cerah, tapi juga serasi. Kalo
daster, ini mah daster biasa, cuman coraknya kayak celana pantai Bali yang
warna-warni. Bahannya katun yang adem. Cocok buat di rumah. Oiya, jangan lupa
beli lulur mandi Sekar Jagad. Tawar aja, kemaren gue dapet 7500 perak. Pilih
yang wangi bengkuang dan green tea. Jangan mau beli 10 ribu, gue liat di Krisna
aja 8500 perak.
Belanja di Sukowati harus pinter
nawar. Harus! Dari pengalaman gue kemaren, ternyata pedagang di sana ngambil
untung banyak banget! Mereka buka harga tinggi dan kita harus berani nawar
rendah. Untuk tie dye shirt, gue dapet 12 ribu. Baju bamboo 10 ribu. Kain
pantai Bali yang halus bisa 10 ribu. Daster panjang selutut gue beli 30 ribu
dan itu dibuka dengan harga 60 ribu, pas gue tanya di toko yang akan gue
rekomendasikan ini, dia jual 22 ribu! Hati-hati juga sama penjual yang ‘jemput’
kita dari depan dan digiring ke lapaknya. Mau nggak mau khan kita ‘terjebak’
musti beli di lapaknya. Kalo yang jual muji-muji atau ibu-ibu tua dan akhirnya
kasian, jangan gentar! Inget aja patokan harga di atas, dari 2 taun yang lalu
masih sama segitu.
Nah, kalo ke Sukowati, langsung
aja ke belakangnya di lantai 1. Deket yang jualan lukisan-lukisan. Sayangnya
nggak ada nama toko di lapaknya, tapi gue punya alamat lengkapnya (liat di
bawah*). Saat itu yang melayani kami Mbak Ayu. Perempuan yang bahkan belum
genap 17 tahun ini nggak cuman ramah tapi ngasih harga yang murah banget.
Sangking murahnya, mo ampe kojor lo nawar, nggak bakal turun karena emang
segitu harganya. Coi2 menemukan salah satu penemuan terbaik gue selama di
Sukowati: kaos Seminyak University. Sisa tinggal 3 potong dan dijual hanya 25
ribu! (3 potong=25ribu). Sangking kesenengannya ama si Mbak, Peow menawar
dengan percaya diri, “5 potong 50 ribu deh!”. Lalu Jeung Win membalas, “Mega! 3
potong 25 ribu!”. Peow nggak kalah ngotot, “Ya iya! 5 potong 50 ribu!” dan gue
hanya celingukan mikir ini siapa yang lebih ‘masuk akal’. Tapi Mbak Ayu
akhirnya menengahi dengan senyuman lengkap dengan logat Bali-nya yang khas,
“Kaosnya cuman tinggal 3 itu.” Yep, Mbak Ayu adalah satu-satunya orang asli
Bali yang gue temukan sangat murah senyum dan ramah sama kita. I learnt
something that day, I found the best shop in town and think before you bargain.
Hahaha!
Pasar Seni Sukowati |
Dengan Mbak Ayu |
Best found in Sukowati: Seminyak University t-shirt |
Puas muter-muter (tepatnya duit
juga udah abis), akhirnya kami meneruskan perjalanan ke Ubud. Untuk pertama
kalinya ke Ubud, gue cukup terkesan dengan kondisi di Ubud. Mirip dengan Kuta
dan Legian. Banyak toko dan turis asing tapi udaranya sejuk nggak seperti di
Kuta yang deket pantai. Kami memutuskan untuk makan di Nuri’s Mexican Grill. Di
resto ini terkenal dengan menu pork ribs dan pork chop. Karena gue belum pernah
makan pork ribs sebelumnya, jadi gue nggak bisa membandingkan apakah pork ribs
di sini enak atau enggak. Yang jelas menurut Peow, rasanya enak. Porsi dan
harganya juga masuk akal. Satu porsi pork ribs yang bisa dimakan berdua hanya
seharga 85 ribu. Untuk side dish, coba home made French fries. Coba juga
nachosnya dan ice milk tea (bagi penggemar teh tarik). Oiya, harus sabar kalo
mau makan di sini. Di saranin untuk nggak makan di jam-jam orang makan karena
pasti bakal rame banget. Waktu makan ke sana aja yang udah lewat jam makan
(sekitar jam 3 sore), kami musti harus menunggu untuk dapet bangku. Ada
sekelompok orang yang hanya ngobrol dan cuman 1 orang aja yang makan. Mereka nggak
mau pergi sampe salah seorang dari tamu yang dateng sebelum kami menduduki
tempat mereka di saat mereka masih asik ngobrol. Siap-siap bau panggangan juga
karena panggangannya ditaro di depan pintu masuk. Buat yang nggak bisa makan
pork, bisa pesen menu lain seperti grilled chicken. Tenang aja, mereka masak grilled
chicken terpisah dari pork-nya.
Pork ribs & ice milk tea |
Nachos |
At Nuri's |
Setelah kenyang, kami memutuskan
untuk menikmati pemandangan di Tegallalang. Di sini mata kita akan dimanjakan
dengan hamparan sawah bertingkat yang sejuk dan asri. Karena ini bukan tempat
wisata, nggak ada tempat parkir khusus, jadi harus parkir di pinggir jalan. Hati-hati
yah karena jalanannya sempit dan sebelah kanan jalan langsung tebing persawahan.
Di sepanjang pinggir jalan, banyak café yang menghadap langsung ke persawahan.
Kami singgah di Rumah Loja. Pesan aja 1 minuman hangat seperti pilihan Peow
yaitu kopi susu yang dicampur kelapa. Harganya lumayan mahal, secangkir kecil
dihargai 15 ribu. Untuk berfoto, kita diperbolehkan turun ke bawah. Ada juga
bapak-bapak yang meminjamkan panggulan hasil tani tapi yaa harus bayar. Banyak foto
deh di sini karena pemadangannya bagus banget.
Tegallalang |
Perfect view, right? |
With cup of tea |
Keasikan foto-foto, nggak sadar
tau-tau udah jam 6 sore. Akhirnya kami memutuskan untuk kembali ke hotel. Sempet
ribut karena GPS Coi2 dan foursquare Jeung Win nggak sepaham. Beberapa kali
harus muter balik karena salah jalan padahal sebenernya sama aja. Butuh 2 jam untuk kembali dari Ubud ke
Legian. Kami juga menemukan beberapa titik macet sepulang dari Ubud. Ternyata hari
itu sedang ada perayaan adat Bulan Purnama. Seluruh warga Bali
berbondong-bondong ke pura untuk bersembahyang menjelang sunset. Bulan purnama
yang dimaksud pun begitu besar dan dekat! Indah. Bertepatan pula dengan peringatan
Paskah. Kami juga melewati sebuah gereja besar di daerah Kuta/Legian. Suasana hikmat
terasa sampai ke jalanan.
Sepulang dari hotel, kami
memutuskan untuk bergegas mandi dan melanjutkan makan malam di daerah Seminyak.
Sebelum kembali ke hotel, salah satu staf Ceria Transport (travel di mana kami
menyewa mobil) meminta kami untuk meninggalkan kunci mobil di front desk karena
kami menutupi mobil lain. Saat kami mau berangkat ke Seminyak, ternyata kunci
mobilnya dibawa supir! Alhasil kami harus nunggu lebih dari 30 menit dalam
keadaan lapar. Gue akan menulis segmen terpisah tentang pelayanan Hotel Tunes
Legian dan rekanannya.
Lucu. Sepanjang perjalanan ke
Uluwatu dan Ubud, kami hampir nggak nyasar tapi pada saat mencari Warung Italia
di daerah Seminyak yang hanya berjarak 3 kali salto nyampe, kami nyasar. Seperti
yang gue bilang sebelumnya, banyak jalan sempit di Bali yang sebenernya emang
jalan yang harus dilewatin untuk menuju suatu tempat. Seperti ketika kami ingin
ke Warung Italia**. Kami harus ngelewatin jalan sempit dan gelap untuk sampe ke
Jl. Kunti yang posisinya ada di dekat Jl. Legian. Jalan itu harus dilewatin
karena Jl. Kunti hanya bisa dilewati 1 arah dan untuk ke arah sebaliknya, harus
ngelewatin jalan sempit dan gelap ini (gue lupa apa nama jalannya, kalo nggak
salah sebelah Warung Made Legian).
At Warung Italia, Seminyak |
Akhirnya kami sampe di Warung
Italia jam 10 malam. Kami parkir di pinggir Jl. Legian dan jalan kaki ke Jl.
Kunti karena kehabisan akal untuk masuk ke Jl. Kunti. Setiba di sana, suasana
restoran sudah sepi tapi tenang aja, mereka buka sampe jam 12 malam. Gue merekomendasikan
Warung Italia untuk makan malam karena rasanya yang enak dan harganya yang
cukup terjangkau. Mereka restoran spesialis pasta dan pizza. Ada juga menu
buffet juga dengan harga terjangkau. Porsinya emang keliatan kecil tapi kalo
disambi dengan 2 potong pizza tipis super yummy, pasti kenyang kok. Coba aja
buffet lasagna, grilled chicken & potato-nya, ada juga canneloni isi bayam
yang juga yummy. Harga sepotongnya di bawah 20 ribu. Untuk pizza, ambil aja
ukuran 8 potong untuk 4-5 orang. Range harga dari 60-90 ribuan. Salah satu yang jadi favorit kami adalah Bomba
Special (non-halal). Tapi yang non-halal pasti sama enaknya karena roti dan
kejunya yang bikin enak. Langsung meleleh di mulut. Kita juga bisa ngeliat chef-nya
bikin adonan pizza yang dilempar-lempar ke atas. Resikonya, kalo kita makan
deket oven, ya panas. Hehehe. Pelayanannya, hmm…, standar lah, tapi lagi-lagi
gue tidak merasakan keramahan seperti yang gue rasakan di Jakarta. Kami pun
akhirnya memutuskan untuk meninggalkan restoran karena staf di sana sibuk
ngeberesin peralatan masak dengan suara yang berisik seperti nandain udah
saatnya elo pulang.
One of the best pizza (damn it, i forgot the name!) |
Bomba Special (taken from http://flamingochipsandcrumbs.blogspot.com/) |
Kami pulang sekitar pukul 11.30
malam. Setiba di hotel, kami merancang perjalanan besok. Di segmen berikutnya,
gue akan bercerita tentang perjalanan kami di hari keempat. Rencananya kami
akan kembali ke daerah Uluwatu dan mengunjungi pantai yang terpencil dan
dikelilingi tebing-tebing tinggi. Selain itu kami juga akan menyempatkan diri
untuk berjalan di sekitar Jl. Legian. Yep,
kurang pas rasanya kalo ke Bali tapi nggak jalan-jalan di Legian.
10:07
a.m.
Bedroom
*Arya’s
– Lukisan
Jero
Mangku Made Sumatra
Pasar
Seni Sukawati
Blok
C Lantai Bawah
HP.
081 337 338 880
**Warung
Italia
Jl.
Kunti No.2 Seminyak
Bali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar